Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyebut Presiden Joko Widodo menjilat ludahnya sendiri, sebab telah memberikan memberikan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres.
Eurico Guterres sendiri merupakan Mantan Wakil Panglima Pejuang Pro-Integrasi Timor Timur (Timor Leste). Dia dianugerahkan Bintang Jasa Utama lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76, 77, dan 78 TK/TH 2021 tertanggal 4 Agustus 2021.
Menurut PBHI, fakta yang tidak dapat dielakkan dari Eurico Guiterres adalah terlibat dalam pelanggaran HAM Berat di Timor Timur pasca referendum tahun 1999. Karenanya mereka memberikan sejumlah kritikan kepada presiden.
Baca Juga: Semoga Jokowi dan Pengikutnya Dengar, Kalau Tak Mau Dihujat, Jadi Rakyat Aja, Gak Usah Jadi..
“Dari sikap politik Presiden Jokowi ini, pertama, seperti menjilat ludah sendiri dalam hal komitmen terhadap hak asasi. Presiden Jokowi ‘menjual’ Hak Asasi Manusia dalam berbagai kampanye dan pidatonya sejak 2014, namun faktanya, Presiden Jokowi tidak menyelesaikan satupun dari 12 kasus pelanggaran HAM Berat,” tulis PBHI dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (16/8/2021) kemarin.
PBHI juga menyebut Jokowi telah mempermalukan diri dan pemerintah Indonesia di hadapan dunia internasional.
“Bagaimana tidak, Pemerintah Indonesia dan Timor Leste telah menyusun laporan Pelanggaran HAM Berat di Timor Timur dalam Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) dengan judul ‘Per Memorim Ad Spem’ (Melalui Ingatan ke Harapan) yang mengakui bahwa Pemerintah Indonesia bertanggung jawab terhadap Pelanggaran HAM Berat yang terjadi di Timor Timur,” papar PBHI.
“Laporan KKP dipublikasikan ke dunia internasional dan menjadi catatan politik Indonesia. Namun seolah menampar wajah sendiri dengan pemberian Bintang Jasa Utama terhadap Pelaku. Peradilan Internasional juga telah mendakwanya sebagai aktor kejahatan kemanusiaan dalam kasus Timor Timur,” sambungnya.
Kemudian, yang paling fundamental, menurut PBHI, Jokowi seperti merusak ingatan dan membunuh harapan ratusan ribu korban pelanggaran HAM berat pasca referendum 1999.
“Pasalnya, tidak ada pemenuhan hak korban hingga saat ini, tapi justru ada penghargaan bagi pelaku,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: