Satgas Penanganan COVID-19 kembali mengedukasi masyarakat dalam membaca data perkembangan penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Karena semakin tingginya literasi Indonesia terkait data, akan mencegah terjadinya perpecahan diskusi terkait angka dan narasi spesifik tertentu.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menegaskan bahwa angka-angka dalam statistik telah dianalisis para ahli dari data yang ada di lapangan untuk dapat memberikan gambaran apa yang sebenarnya terjadi pada periode waktu tertentu. Indonesia, saat ini terus berupaya meningkatkan kualitas seluruh aspek data COVID-19.
Baca Juga: Komentari Kondisi Indonesia Hari ini, Jend Gatot: Penanganan COVID Gak Jelas, Banyak Orang Susah!
"Adanya beberapa permasalahan teknis terkait pencatatan dan pelaporan terus dievaluasi saat ini dengan berbagai alternatif, baik upaya konvensional dan digitalisasi," jelasnya dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (19/8/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Untuk itu, ia mengajak rekan-rekan media, masyarakat, maupun jajaran pemerintah daerah untuk kembali mendalami makna dibalik analisis situasi COVID-19. Untuk itu dimohon seluruh lapisan masyarakat terutama media massa yang berperan penting untuk memahami data dan menyampaikan makna data-data dari pemerintah untuk disampaikan kepada masyarakat luas.
Adapun penjelasan pertama, terkait gratik kasus kumulatif atau total kasus. Melihat grafik kumulatif pada kasus positif, kesembuhan, maupun kematian. Kecuraman grafik memberikan makna bahwa semakin curam kemiringannya maka semakin cepat kondisi angka tersebut meningkat atau menurun dari waktu ke waktu.
Kedua, terkait pergerakan kasus dalam 7 hingga 14 hari atau mingguan. Analisis ini penting untuk menyimpulkan secara cermat dalam kondisi suatu daerah secara lebih valid dengan melihat tren pada 1 atau 2 minggu dibandingkan mengambil kondisi harian yang sangat dinamis.
Ketiga, terkait kecepatan infeksi atau infection rate per populasi. Angka ini digunakan untuk melihat perbandingan antar negara, antar provinsi, antar kabupaten/kota. Maka hal ini dapat menjadi dasar komparasi yang sesuai menggunakan angka kasus per 100 ribu penduduk.
"Kita tidak bisa serta merta melihat keparahan kondisi langsung antar daerah berpopulasi padat hanya dengan jumlah kasus. Maka dalam melakukan perbandingan digunakanlah angka kasus per 100 ribu penduduk tiap daerah," Wiku menjabarkan.
Keempat, terkait hasil tes positif atau positivity rate. Angka ini umumnya keluar dalam bentuk persentase dan dapat menggambarkan persebaran virus. Semakin tinggi persentasenya, maka semakin cepat virus meluas di suatu daerah. Semakin besar prioritas testing pada kasus positif dan kontak erat, maka angka positivity rate akan semakin tinggi.
"Angka ini direpresentasikan dari upaya testing yang masif, terutama pada kontak erat," imbuh Wiku.
Dan kelima, terkait kapasitas tempat tidur dan angka perawatan COVID-19. Tren dalam grafik perawatan dari waktu ke waktu, dapat menggambarkan keparahan kasus aktif dan orang-orang yang sedang sakit. Untuk dapat memahami dampak keterisian rumah sakit terhadap sistem kesehatan, maka dapat diketahui dari rasio kapasitas tempat tidur dari jumlah orang yang dirawat.
Disamping itu, dengan kondisi data saat ini yang belum sepenuhnya sempurna, bukan berarti data yang ada tidak dapat digunakan. Karena analisis tren data dapat memberikan gambaran langkah strategis, apakah yang seharusnya diambil.
Para pihak berkepentingan dan masyarakat dianjurkan memanfaatkan kanal-kanal informasi milik pemerintah yang menyediakan hasil analisis rutin beserta penjelasannya. Terutama media massa yang menyampaikan informasi sekaligus mengedukasi masyarakat dalam usaha bersama mengendalikan COVID-19 di Indonesia. "Karena pada prinsipnya pengentasan pandemi adalah tugas kita bersama," pungkas Wiku.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: