Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance, Esther Sri Astuti mengungkapkan pertumbuhan sektor pertanian Indonesia di wilayah Asia Tenggara mengalami pertumbuhan sebesar 1,8 persen. Namun angka pertumbuhan sektor pertanian tersebut masih di bawah Vietnam sebesar 2,7 persen dan Brunei Darussalam sebesar 11,7 persen.
“Di sisi lain beberapa negara menunjukan pertumbuhan minus pada sektor pertanian seperti negara Singapura, Timor Leste, Korea Selatan, Thailand, Srilanka, Malaysia, dan Filipina,” ujarnya dalam Diskusi Publik Menanti Taji Badan Pangan Nasional, Senin (30/8/2021).
Baca Juga: Market Share Kredit Pertanian Capai 28%, BRI Dorong Sektor Pertanian Terus Tumbuh di Masa Pendemi
Di sisi lain, kata Esther, kontribusi industri pada sektor pertanian di Indonesia pada 2020 berada pada posisi kedua dengan angka 13,7 persen. Persis di bawah sektor manufaktur yang berada di posisi pertama dengan angka 19,08 persen. Hal tersebut terlihat pada perolehan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar Rp2.115,09 triliun.
Namun, hal tersebut tidak seimbang dengan upah pekerja sektor pertanian yang masih tergolong rendah yakni Rp52 ribu per hari. Sehingga hal tersebut membuka potensi semakin rendahnya regenerasi petani yang disebabkan rendahnya upah petani.
“Posisinya kita masih impor beras, tapi juga kedelai, dan garam dan gandum juga diimpor,” ujarnya.
Meski begitu, menurut Esther , Indonesia masih memiliki komoditas unggulan untuk ekspor seperti kopi dan sawit. Namun, meski keduanya menjadi komoditas primadona untuk ekspor nilai jualnya masih rendah.
“Ini karena keduanya masih diekspor dalam kondisi mentah dengan nilai jual yang rendah,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Alfi Dinilhaq