Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Orang-orang Afghanistan yang Gagal Melarikan Diri dari Taliban

Kisah Orang-orang Afghanistan yang Gagal Melarikan Diri dari Taliban Kredit Foto: Reuters/Stringer

Karena ia tidak bekerja untuk pemerintah asing, ia tidak mendapat panggilan dari pemerintah negara-negara Barat untuk datang ke bandara. Namun Nazeef mencoba peruntungannya dan tetap berangkat ke bandara bersama istri dan anaknya.

"Saya sudah empat kali mencoba tapi tidak bisa berangkat. Saya bawa dokumen untuk menunjukkan bahwa saya bekerja di wilayah sensitif dan nyawa saya dalam bahaya namun saya tidak bisa menemui atau berbicara dengan pejabat kedutaan. Saya bahkan tidak bisa mendekati gerbang bandara."

Nazeef khawatir ia tidak akan bisa banyak bergerak setelah semakin banyak petempur Taliban berada di Kabul. Ia sedang bersiap untuk menempuh perjalanan berisiko bersama istri dan anaknya dengan membayar penyelundup manusia.

Ia tahu itu akan jadi perjalanan yang berat, di mana banyak migran tewas dan perempuan terutama rentan terhadap pelecehan seksual.

"Bahkan itu tidak mudah," kata Nazeef, karena "Taliban mengatakan mereka telah menutup semua penyeberangan perbatasan dengan negara tetangga".

Meski begitu, Nazeef siap untuk mengambil risiko.

"Mereka tidak akan pernah memaafkan saya. Jika saya tinggal di Kabul, Taliban akan membunuh saya jika mereka menemukan saya."

"Saya ingin pergi karena tidak ada jaminan bahwa nyawa saya aman," kata Ahmed.

Ahmed sudah bertahun-tahun bekerja sebagai jurnalis dan kemudian mendapat jabatan sebagai penasihat media di salah satu departemen di pemerintahan Afghanistan.

Ia belum menerima ancaman pembunuhan secara langsung, namun ia takut karena Taliban menyita semua dokumentasi dari kantor tempatnya bekerja, termasuk daftar staf yang berisi namanya.

"Tindakan Taliban saat ini biasa saja. Tapi bagaimana perilaku mereka setelah mendirikan pemerintahan, itu pertanyaannya."

Ia curiga Taliban masih mengonsolidasikan kekuasaannya dan menunggu waktu yang tepat untuk "melenyapkan mereka yang dianggap sebagai musuh".

Ahmed tidak percaya dengan amnesti umum yang diberikan oleh Taliban.

Istrinya dan kakaknya meminta Ahmed untuk pergi. Karena dia memiliki visa Inggris yang valid, ia memutuskan untuk pergi ke bandara Kabul pada Kamis lalu namun ketika ia tiba, seluruh jalan di luar gerbang utama penuh dengan orang-orang.

Nekat, ia melompat ke saluran drainase yang sejajar dengan jalan, untuk menghindari antrean.

Saat mengarungi air selokan setinggi lututnya, ia mendengar suara ledakan keras.

"Ledakannya begitu kuat, saya sampai terlempar ke tanah oleh gelombang kejut. Tangan dan wajah saya memar. Ledakan bom itu hanya 150 meter dari posisi saya."

Sebanyak 170 orang, termasuk 13 tentara AS, tewas dalam serangan bom yang menghentikan operasi evakuasi untuk sementara.

Ahmed dijemput oleh kakaknya dan ia sampai di rumah setelah beberapa jam. Ia berkata sekitar selusin orang yang pernah bekerja di berbagai departemen media untuk pemerintah kini telah pergi ke berbagai negara melalui penerbangan evakuasi.

Ahmed ingin keluar sesegera mungkin. Ia berkata ia tidak yakin kapan penerbangan komersial akan kembali beroperasi dari bandara Kabul, jadi ia berencana menyeberang perbatasan ke Pakistan, dan mencoba peruntungannya di sana.

"Situasinya buruk sekali," imbuhnya.

"Taliban menyetop mobil-mobil dan memeriksa semua orang, meminta mereka menunjukkan kartu identitas."

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: