Lanjutnya, ia pun menyayangkan sikap ICW yang seolah tak ‘memberi muka’ kepada Moeldoko dengan sikap tidak acuh (cuek) mereka. Padahal, kata dia, sejak somasi pertama pun, sejatinya bola sudah berada di pihak ICW, terserah mau digulirkan ke mana.
“Jadi kalau saat ini KSP Moeldoko akhirnya mengambil sikap untuk melapor dan menjadikan ini kasus hukum, itu konsekuensi logis yang harus diterima ICW, yang sebenarnya sejak awal bisa mereka hindari,” kata direktur eksekutif IBSW tersebut.
Menurut Nova, sebenarnya dari kasus tersebut ada hal yang bisa menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat. Sejak awal kasus tersebut bergulir, IBSW yang dengan cermat mengamati kasus tersebut melihat Moeldoko tidak menjadikan persoalan yang menimpa diri dan keluarganya itu hanya menjadi masalah pribadi. Ia cenderung menjadikannya masalah yang masyarakat secara bersama-sama bisa belajar dari kasus tersebut.
Hal itu Moeldoko lakukan dengan memberikan waktu kepada ICW untuk membuktikan tudingan yang mereka lontarkan, yang dengan cara itu Moeldoko mengajak ICW dan publik umumnya untuk berdiskursus (berwacana) secara dewasa, sehat dan demokratis.
"Moeldoko dan tim hukumnya memberi kesempatan kepada ICW untuk memperkuat argumen dari tudingan mereka, memberikan bukti-bukti bila ada,” kata Nova.
Bagi IBSW cara tersebut menjadikan kasus itu tidak hanya semata jadi persoalan pribadi Moeldoko, melainkan kesempatan buat publik untuk belajar berdemokrasi secara dewasa.
Dengan waktu cukupnya waktu yang diberikan, mulai dari somasi pertama hingga somasi ketiga, Nova menyayangkan adanya kesan bahwa ICW tidak cukup memberikan apresiasi dengan menjawab, memberikan bukti, atau kalau tidak, meminta maaf kepada Moeldoko.
“ICW terkesan cuek, padahal Moeldoko sendiri dalam sebuah pernyataan pers pernah bilang, yang ia inginkan tidak banyak, cukup meminta maaf,” kata Nova.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil