Sementara itu, Guru Besar FK UI dan Anggota Komite Penasihat Ahli Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi., mengatakan vaksinasi Covid-19 Indonesia berada di posisi enam besar dunia.
"Kita bersyukur pemerintah bekerja keras bisa mendapatkan vaksin dengan cepat, dan masyarakat juga sadar menjaga prokes serta mau divaksinasi sehingga kasus Covid-19 menurun. Yang penting adalah menjaga agar tidak terjadi gelombang ketiga," ujarnya.
Baca Juga: 94% Pasien Covid-19 yang Meninggal Dunia Belum Divaksin
Menurut Prof Miko, agar bisa hidup berdampingan dengan virus Corona, harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga agar jangan sampai kemasukan virus. "Agar tidak sakit, virusnya tidak bisa bermutasi, maka harus taat prokes. Kalau virus masuk ke dalam tubuh, bisa bermutasi dan berubah sifat, misalnya lebih cepat menular dan tidak mempan vaksin," ujarnya.
Prof Miko menekankan, vaksin bukanlah perlindungan utama. "Yang utama adalah virus jangan masuk ke tubuh melalui hidung, mata, dan mulut. Caranya patuh prokes, pakai masker dengan benar, jangan longgar, jangan melorot, harus menutup hidung mulut dan dagu, cuci tangan dan jaga jarak," ujarnya.
Dengan memakai masker yang benar, kita akan terlindung dari virus varian apapun, khususnya saat berada di fasilitas umum. "Riset menunjukkan, hanya melepas masker 10 detik saja bisa terpapar varian Delta," ujar Prof Miko.
Orang yang mobilitasnya tinggi disarankan memakai masker dengan benar dan tetap memakainya saat berada di rumah. "Biasakan memakai masker di rumah. Karena jika virus terlanjur masuk ke saluran napas, bisa menular ke orang lain saat tidak terlindung masker," tuturnya.
Saat terpapar virus Corona, sebut Prof Miko, orang yang sudah divaksinasi, maka vaksin akan merangsang kekebalan tubuh. "Tentara dalam tubuh akan menyerang virus," ujarnya.
Masker efektif melindungi 77-79% jika dipakai dengan benar, sedangkan vaksin memberikan perlindungan 65-95% tergantung jumlah dan varian virus. "Vaksin ini benteng kedua setelah patuh prokes. Pastikan kaum yang rentan, misalnya lansia, yang belum divaksin agar segera divaksin dua kali. Studi menunjukkan lansia yang belum divaksin jika terkena Covid-19 kemungkinan meninggal 46%," beber Prof Miko.
Selain lansia, orang dengan komorbid juga didorong melakukan vaksinasi asal kondisinya stabil, demikian juga anak-anak usia 12-17 tahun. "Setelah divaksin, selalu patuh prokes," tandasnya.
Dokter yang juga influencer, dr Nadia Alaydrus menekankan, dengan PPKM yang dilonggarkan bukan berarti tidak patuhi prokes. "Dari 5M tidak bisa hanya pakai masker saja, tetapi juga harus cuci tangan, jaga jarak, jauhi kerumunan, dan kurangi mobilitas," ujarnya.
Jika tidak mau ada mutasi virus dan gelombang penularan baru, Nadia mendorong agar semua orang menahan diri untuk tidak kumpul-kumpul dulu. "Jangan sampai acara kumpul-kumpul jadi sarana penularan. Nanti ada waktunya kok. Sabar-sabar dulu. Kalau mau makan di tempat umum boleh, tapi harus patuh prokes. Pilih makan di outdoor, saling jaga jarak, jangan berkerumun," ujarnya.
Nadia menambahkan, selain patuh prokes dan vaksinasi, hal yang tak kalah penting adalah menjaga daya tahan tubuh dan menjalankan pola makan sehat. Dokter influencer ini juga mengingatkan agar masyarakat tidak pilah pilih vaksin tertentu.
"Vaksin yang terbaik adalah vaksin yang tersedia dengan cepat, apapun mereknya. Manfaatnya sama. Tubuh bisa mengenali virus, bentuknya saja yang beda, ada virus yang dimatikan atau yang berbasis RNA. Yang menunggu vaksin merek tertentu malah tidak tidak cepat divaksin. Hal ini yang malah bahaya," ujarnya.
Maxi Rein menekankan, hidup berdampingan dengan Covid-19 berarti masyarakat harus siap dan bersedia menerapkan prokes, bersedia dilakukan tracing dan testing, serta vaksinasi. "Bagi yang belum vaksin, datanglah untuk mendapatkan vaksin untuk lindungi diri sendiri dan orang lain," pungkasmya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: