Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengapa Stereotip yang Disematkan pada Muslim di Amerika Pasca-insiden 9/11 Sulit Hilang?

Mengapa Stereotip yang Disematkan pada Muslim di Amerika Pasca-insiden 9/11 Sulit Hilang? Kredit Foto: Reuters/Sara K. Schwittek

Selain mengikis stereotip, Shams ingin mengajari orang lain tentang Islam dan melawan kebencian lewat dialog. Salah satu interaksi paling berkesan terjadi saat dia mengunjungi Liberty University di Virginia pada 2019. Kala itu, Shams berdialog dengan para mahasiswa lembaga Kristen.

Beberapa di antara mereka, kata Shams, masih memanggilnya dengan pertanyaan tentang Islam. "Ada rasa saling mencintai dan menghormati," ucapnya.

Berbeda dengan Shams, tak lama setelah 9/11, Ahmed Ali Akbar (33 tahun) dan beberapa orang dewasa di lingkungannya menggelar pertemuan di sekolahnya di Saginaw, Michigan. Dia dan siswa berbicara tentang Islam dan Muslim.

Akbar mencurahkan isi hatinya untuk penelitian. Namun dia ingat ada beberapa pertanyaan yang membuatnya bingung. Seperti menanyakan keberadaan Osama bin Laden dan motif di balik serangan 9/11.

"Bagaimana saya bisa tahu di mana Osama bin Laden berada? Saya anak Amerika," ujar Akbar.

Kala itu, Akbar berpikir mencoba mengubah pikiran tidak selalu efektif. Menurutnya beberapa orang tidak siap mendengarkan. Akbar akhirnya mengalihkan fokusnya untuk bercerita tentang Muslim Amerika di podcast-nya "See Something Say Something".

"Ada banyak humor dalam pengalaman Muslim Amerika juga. Ini bukan hanya kesedihan dan reaksi terhadap kekerasan serta rasialisme dan Islamofobia," kata Akbar.

Dia pun menjadi percaya dalam membangun koneksi dari jenis yang berbeda. "Pertempuran kami untuk kebebasan sipil kami, terikat dengan komunitas terpinggirkan lainnya," ujarnya.

Sementara imam Ali Aqeel dari Muslim American Cultural Center di Nashville, Tennessee, mengatakan perjuangannya sebagai Muslim Afrika-Amerika berkutat pada isu ras dan identitas.

"Ketika kami pergi ke pusat-pusat (Islam) dan kami harus menghadapi rasa sakit yang sama seperti yang kami alami di dunia. Itu membuat kami putus asa karena kami mendapat kesan bahwa (dalam) Islam, Anda tidak memiliki perbedaan ras dan etnis," ucapnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: