Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengintip Perjalanan Produk Tembakau Alternatif sebagai Pengganti Rokok

Mengintip Perjalanan Produk Tembakau Alternatif sebagai Pengganti Rokok Rokok elektrik alias vape ternyata berpotensi menimbulkan penyakit paru-paru yang misterius dan berakibat kematian. | Kredit Foto: Foto/Medical Xpress
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ragam produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik atau vape, dan snus belakangan ini semakin banyak digunakan oleh perokok karena terbukti memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan terus merokok. 

Seperti halnya rokok tembakau alternatif juga memiliki cerita perjalanannya sendiri. Awalnya, konsumsi tembakau pernah menjadi simbol status sosial bagi bangsawan-bangsawan Eropa pada awal abad 16.

Jasa dari Jean Nicot de Villemain, diplomat Kerajaan Prancis di bawah kekaisaran Raja Henry II yang membawa tembakau ke Prancis dari Portugis usai bertugas di sana. Namanya kemudian diabadikan sebagai nama zat yang terkandung dalam tembakau, yaitu nikotin. 

Konsumsi tembakau semakin populer saat Jean Nicot memberikan snuff, tembakau giling yang dikonsumsi melalui rongga hidung, kepada Ratu Catherine de’Medicici, istri Raja Henry II.

Ratu Catherine sangat puas dengan hasil mengonsumsi snuff, ia bahkan menobatkan tembakau sebagai Queen of Herbs saat itu. 

Dari situlah dimulai ketenaran snuff di kalangan bangsawan Prancis yang kemudian menyebar di kalangan bangsawan Eropa, terutama di daratan Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia.

Di Swedia, snuff dimodifikasi dengan cara ditambahkan garam dan sodium karbonat serta diberi perisa. Produk ini kemudian dikenal dengan nama snus dan menjadi salah satu produk tembakau non rokok tertua yang masih eksis sampai hari ini. 

Beranjak ke tanah air, sejarah tembakau di nusantara juga memiliki sisi yang menarik. Ini terbukti dari kisah Roro Mendut yang menjadikan rokok sebagai alat untuk menghindari perkawinan paksa dengan Tumenggung Wiraguna, Panglima Perang Mataram, akibat kalah perang. 

Penolakan Roro Mendut terhadap pernikahan tersebut membuatnya dihukum untuk membayar upeti bernilai tinggi.

Menyiasati itu, ia kemudian berjualan rokok di wilayah Mataram. Di luar dugaan dagangannya laku keras sehingga Roro Mendut sama sekali tidak kesulitan membayar hukuman upetinya. Dalam perkembangan cerita rakyat tersebut, Roro Mendut kemudian menjelma menjadi ikon rokok nusantara. 

Kisah Roro Mendut juga merepresentasikan nilai ekonomi tinggi yang dimiliki tembakau sejak dulu kala, tidak cuma di Indonesia melainkan juga di dunia.

Di Amerika, saat terjadi perang sipil 1776, Presiden George Washington sempat menyerukan penggalangan dana perang melalui tembakau, bukan uang.

"Emas Cokelat’ ini memang menjadi salah satu komoditas global yang berharga sejak Christoper Columbus menemukannya pada abad 15 di Amerika. Bahkan, tembakau sempat menjadi alat tukar bernilai tinggi. 

Sampai kini pun, tembakau masih memiliki nilai komersil yang tinggi. Pada 2019, tercatat nilai industri tembakau dunia mencapai USD818 miliar.

Dari nilai tersebut, industri tembakau alternatif melalui produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, snus, dan lainnya menyumbang lebih dari USD35 miliar. 

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran masyarakat terkait bahaya merokok meningkat. Hal ini menjadi salah satu alasan adanya permintaan terhadap produk tembakau alternatif. Sejumlah penelitian juga menunjukkan adanya tendensi yang kuat bagi perokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko dan sepenuhnya berhenti merokok.

Riset Public Health England (2015) memaparkan produk tembakau alternatif memiliki risiko yang 95 persen lebih rendah dibandingkan dengan rokok. 

Adapun laporan The Global State of Tobacco Harm Reduction (GSTHR) bertajuk No fire, No smoke pada 2018 menunjukkan konsumsi produk tembakau alternatif telah berhasil menekan konsumsi rokok konvensional. Laporan tersebut mengangkat contoh keberhasilan beberapa negara.

Di Jepang pada periode 2017-2019, produk tembakau yang dipanaskan telah berhasil menurunkan angka perokok sebesar 27 persen.

Sementara di Swedia penggunaan snus juga telah mengurangi jumlah kejadian penyakit berbahaya terkait rokok, dan menjadikannya yang terendah di Uni Eropa kini. Penelitian bertajuk Snus Cessation Patterns- a Long Term Follow Up of Snus Users in Sweden pada 2020 menyimpulkan 80 persen responden berhasil berhenti merokok dengan snus. 

Kemudian di Norwegia, penggunaan snus juga tercatat menurunkan jumlah perokok sampai 10 persen sejak 2008 sampai 2017. Adapula di Inggris jumlah perokok tercatat menurun sampai 5 persen sepanjang 2011-2017 berkat rokok elektrik.

Pencapaian ini didukung oleh sikap Pemerintah Inggris yang suportif terhadap produk tembakau alternatif, terlebih sejak Departemen Sosial dan Kesehatan Inggris mencanangkan Tobacco Control Plan pada 2017. 

Tobacco Control Plan merupakan strategi jangka panjang yang dirancang Pemerintah Inggris untuk mengurangi konsumsi rokok secara komprehensif. Mulai dari aspek rantai konsumsi, kebijakan fiskal, sampai rehabilitasi.

Salah satu implementasi stragei ini adalah pembukaan dua toko vape di rumah sakit oleh National Health Service (NHS). Kebijakan ini dilakukan lantaran produk tembakau alternatif dinilai lebih efektif mengurangi angka perokok dibandingkan perawatan medis. 

Langkah progresif Pemerintah Inggris yang menyadari bahwa produk tembakau alternatif punya potensi besar bagi kesehatan masyarakat sudah banyak diterapkan di sejumlah negara.

Contoh positif ini juga perlu ditiru negara-negara lain, termasuk Indonesia. Konsumsi produk tembakau alternatif telah terbukti menjadi alternatif solusi mengurangi prevalensi perokok yang efektif.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: