Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kontroversi Pernyataan Pangkostrad, Ahmad Basarah: Konteksnya Toleransi Kebangsaan

Kontroversi Pernyataan Pangkostrad, Ahmad Basarah: Konteksnya Toleransi Kebangsaan Kredit Foto: Majelis Permusyawaratan Rakyat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pernyataan Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad), Letjen TNI Dudung Abdurachman, bahwa semua agama sama di mata Tuhan mengundang reaksi pro dan kontra tokoh-tokoh masyarakat, termasuk dari Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Basarah dan Anggota Komisi Pendidikan DPR RI. 

‘’Pernyataan Pangkostrad bahwa semua agama benar di mata Tuhan harus kita lihat bukan dalam rangka menyamakan apalagi mengkompromikan aqidah masing-masing agama yang berbeda-beda, namun sebagai bentuk toleransi kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai prinsip sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika,’’ tandas Ahmad Basarah di Jakarta, Jumat (17/9/2021).

Baca Juga: Ucapan Kuasa Hukum Habib Rizieq Mengejutkan, Seret Letjen Dudung

Begitu juga ketika sesama bangsa Indonesia memiliki tradisi budaya saling memberikan ucapan selamat pada perayaan hari-hari besar umat beragama, misalnya memberikan ucapan selamat Idul Fitri dan Idul Adha oleh umat beragama non-Muslim kepada saudara-saudara mereka sebangsa setanah air yang Muslim atau sebaliknya, Dosen Universitas Islam Malang itu menegaskan niat mereka tentu bukan untuk menyamakan apalagi mengkompromikan nilai-nilai dan aqidah agama yang memang berbeda.

‘’Sebagai suatu contoh, pada saat saya, Ahmad Basarah, sebagai seorang beragama Islam memberikan ucapan selamat kepada saudara-saudara sebangsa yang merayakan Hari Raya Natal, Waisyak, Galungan dan lain-lain, maka niat saya menyampaikan ucapan hari raya agama-agama lain tersebut tentu bukan untuk mengkompromikan aqidah keislaman saya, tetapi diniatkan untuk menjaga toleransi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah kita sepakati berdasarkan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tungga Ika,’’ tegas Ahmad Basarah. 

Pendiri dan Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia itu kemudian mengutip hadist Rasulullah SAW riwayat Imam Bukhari yang menyatakan "innamal a'malu binniyyaat", bahwa sesungguhnya segala perbuatan manusia tergantung pada niatnya. 

Menurut Ahmad Basarah, sebagai seorang Muslim dia harus meyakini apa yang difirmankan Allah SWT dalam Surat Al Imran ayat 19 yang mengatakan "innaddiina ‘indallaahil Islam" yakni bahwa agama yang benar dan diterima di sisi Allah SWT adalah agama Islam. 

‘’Namun dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila yang mengajarkan untuk hidup saling hormat-menghormati sesama pemeluk agama, saya tidak boleh mengatakan kepada orang lain di luar Islam bahwa agama mereka sesat dan apalagi menghina mereka karena Al Qur'an juga mengajarkan kepada saya sebagaimana tertera dalam Surat Al Kafirun ayat 6 yang menyatakan "Lakum diinukum waliyadin", yakni bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Mari kita semua menjalankan syraiat agama kita masing-masing dengan hidup berdampingan sesama pemeluk agama lainnya dengan sikap saling hormat-menghormati satu sama lain agar bangsa kita rukun damai tentrem toto raharjo,’’ jelas Pimpinan Lazisnu PBNU itu.

Ahmad Basarah mengajak semua pihak melihat pernyataan  Pangkostrad itu secara positif, bahwa hal itu diungkapkan untuk memotivasi para prajurit yang menganut agama berbeda-beda agar mereka mencintai agama mereka masing-masing tetapi dengan tetap menghormati keaneragaman suku bangsa serta mencintai negara mereka sendiri. Spirit yang hendak disampaikan jenderal bintang tiga itu adalah ‘’hubbul wathan minal iman’’, mencintai negeri adalah sebagian dari iman, seperti yang pernah difatwakan oleh KH Hasyim Asy’ari saat mendoktrin semangat anak bangsa melawan penjajah Belanda pada waktu itu.

''Dilihat dari konteks ini, saya yakin niat beliau mengungkapkan pernyataan itu dalam spirit mencinta negeri itu, juga dalam koridor menjaga amanat Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tegas Ketua Dewan Pertimbangan Pusat GM-FKPPI itu. 

Di depan anggota personel Yon Zipur 9 Kostrad/Lang-Lang Bhuana Kostrad di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Jawa Barat, Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurrachman memang meminta para prajurit menghindari fanatisme berlebihan terhadap suatu agama. “Bijaklah dalam bermain media sosial sesuai aturan yang berlaku bagi prajurit.  Hindari fanatik yang berlebihan terhadap suatu agama karena semua agama itu benar di mata Tuhan," kata Dudung, Senin (13/9). 

Pernyataan  mantan Gubernur Akmil itu langsung mendapat dukungan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Sekretaris Jendral Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini, yang menilai pernyataan Pangkostrad harus dipahami dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan, bahwa konteks kebenaran agama bisa terlihat dalam wujud perbuatan baik dan sinergi untuk membangun bangsa dan negara. Namun, kritik datang dari Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, KH Cholil Nafis, yang menyatakan toleransi beragama harus sebatas memaklumi keberagamaan orang lain, bukan menyamakan semua agama. 

Menurut Ahmad Basarah, tidak ada yang salah dari pernyataan Dudung itu jika pernyataannya dilihat dalam bingkai negara nasionalis religius berdasarkan Pancasila. Dengan disepakatinya Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila, ia menilai Indonesia sejak awal bukanlah negara agama, atau negara satu agama, tapi juga bukan negara sekuler yang menyingkirkan sama sekali nilai-nilai ketuhanan dan agama dalam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 

‘’Indonesia adalah negara ketuhanan bagi semua agama dan penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konteks inilah pernyataan Pangkostrad itu harus dilihat agar pernyataannya tidak disalahpahami,” tegas penulis buku ‘’Bung Karno, Islam dan Pancasila’’ itu.

Ahmad Basarah kemudian mengutip potongan pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang mengungkapkan dimensi ketuhanan sebagai salah satu prinsip bagi dasar Indonesia merdeka. Dalam penjelasan tentang sila ketuhanan, jelas anak menantu Habib Kwitang, Habib Muhammad bin Habib Ali Habsyi itu, Bung Karno menjabarkan bahwa hendaknya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bertuhan dan wajib menjalankan perintah Tuhan dengan cara yang leluasa tetapi dengan sikap saling hormat menghormati. 

‘’Kalau kita merujuk pada amanat Bung Karno itu, seharusnya generasi sekarang tidak lagi memperdebatkan apalagi mempertentangkan agama-agama yang sejak awal justru dikhawatirkan terjadi oleh para pendiri bangsa. Bung Karno mewanti-wanti, orang Kristen seharusnya menjalankan agamanya sesuai keyakinannya, orang Islam juga menjalankan agama sesuai ajaran agamanya demikian juga dengan umat beragama lainnya,’’ tandas pendiri Baitul Muslimin PDI Perjuangan itu.

Selain itu, Doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini mengutip keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 19/PUU-VI/ Tahun 2008, Tanggal 8 Agustus Tahun 2008, tentang uji materi terhadap Undang Undang (UU) Peradilan Agama. Dalam pertimbangannya, keputusan itu menyatakan Indonesia bukan negara agama yang hanya didasarkan pada satu agama tertentu, namun Indonesia juga bukan negara sekuler yang sama sekali tidak memperhatikan agama dan menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada individu dan masyarakat. 

‘’Dalam putusan itu juga jelas dinyatakan bahwa ‘Indonesia adalah negara berketuhanan Yang Maha Esa yang melindungi setiap pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Dalam hubungannya dengan dasar falsafah Pancasila, hukum nasional harus menjamin keutuhan ideologi dan integrasi wilayah negara serta membangun toleransi beragama dan berkeadaban’ Saya yakin, sekali lagi Pak Dudung berbicara persamaan agama dimaksud dalam konteks ini,” tegas Ahmad Basarah.

Terakhir, ia mengajak semua pihak berbaik sangka pada Pangkostrad. Menurut Ahmad Basarah, jika dilihat dari silsilah keturunannya, Dudung adalah pemeluk Islam yang taat. Ia dan keluarganya mewakafkan tanah untuk Pondok Pesantren Majaalis Al-Khidhir di Klapanunggal, Bogor, yang diasuh Asy-Syaikh Muhammad Al-Khidhir. Sementara ayah mertua beliau, almarhum Mayor Jenderal TNI Cholid Ghazali adalah tokok TNI religius dan pendiri Baitul Muslimin Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: