Kepala Satuan Pusat Keuggulan PT PLN (Persero), Herry Nugraha, menyebut kondisi sistem kelistrikan di masing-masing pulau yang ada Indonesia beragam kapasitas energinya sehingga perlu strategi dalam hal interkoneksi listrik.
Salah satunya adalah perlu studi terkait masing-masing lokasi pengganti tentang ketersediaan pembangkit listrik EBT seperti ketersediaan lahan dalam mengimplementasikan energi surya atau solar. Termasuk yang lebih utama adalah ketersediaan intensitas matahari.
Baca Juga: Sadar Potensi Kendaraan Listrik, PLN Siapkan SPKLU di 33 Lokasi Tersebar di Seluruh Indonesia
"Kemungkinan adanya kalau umumnya masih panjang ya tetap dipertahankan PLTU. Ini studi retrofitting yang ada di dalamnya di situ ada cara memasang carbon capture storage yang saat ini masih mahal," katanya di Sesi Ketiga dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2021, Rabu (22/9/2021).
Herry menyebut, diperlukan perbandingan soal pembiayaan energi surya atau solar yang dikombinasikan dengan baterai dengan PLTU yang dikombinasikan dengan carbon capture storage.
Bersama SKK Migas dan Pertamina, pihaknya telah membicarakan kemungkinan rencanaan penggunaan carbon capture storage di PLTU yang dinilainya memberikan manfaat untuk bahan-bahan kimia yang dapat digunakan untuk pembuatan kertas, ethanol, dan methanol.
Mengenai jadwal roadmap terkait PLTU yang masuk dalam kategori super kritikal, dimungkinkan akan dipasang carbon capture storage yang pada tahun 2040 diharapkan mencapai sebesar 10 GW; tahun 2045 mencapai 24 GW.
"Diharapkan tahun 2056 semuanya sudah punya," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum