Begawan hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra tiba-tiba ikut turun ke lapangan kisruh Partai Demokrat. Yusril yang pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM di era Presiden SBY ini diangkat oleh lawan-lawan AHY menjadi kuasa hukum.
Tugas Yusril adalah melakukan judicial review Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Langkah Yusril ini dianggap bersejarah karena ini pertama kalinya AD/ART partai diajukan judicial review ke MA. Apakah nanti Yusril akan menang atau kalah? Lihat saja, yang pasti nama besar Yusril akan sangat dipertaruhkan dalam kasus ini.
Baca Juga: Yusril Jadi Kuasa Hukum Kubu Moeldoko, Demokrat Sewot: Image Pejuang Demokrasi Tercoreng!
Yusril dan Yuri Kemal Fadlullah membenarkan, kantor hukum mereka, IHZA&IHZA LAW FIRM SCBD-BALI OFFICE, mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat yang telah dipecat kubu AHY, mengajukan judicial review (JR) ke MA. Empat orang itu adalah mantan Ketua DPC Demokrat Ngawi Muhammad Isnaini Widodo, mantan Ketua DPC Demokrat Bantul Nur Rakhmat Juli Purwanto, mantan Ketua DPC Demokrat Kabupaten Tegal Ayu Palaretins, dan mantan Ketua DPC Demokrat Kabupaten Samosir Binsar Trisakti Sinaga.
Mereka meminta pengujian formil dan materil terhadap AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham 18 Mei 2020. Yang menjadi termohonnya adalah Partai Demokrat kubu AHY dan Menkumham Yasonna H Laoly.
Yusril mengakui, langkah menguji formil dan materil AD/ART parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Dia yakin, MA berwenang menguji AD/ART parpol karena AD/ART itu dibuat atas perintah undang-undang. Dia pun menegaskan, penyusunan AD/ART tidak sembarangan. AD/ART dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan Undang-Undang.
"Mengingat peran partai yang begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, bisakah sebuah partai sesuka hatinya membuat AD/ART? Apakah kita harus membiarkan sebuah partai bercorak oligarkis dan monolitik, bahkan cenderung diktator. Padahal, partai adalah instrumen penting dalam penyelenggaraan negara dan demokrasi," papar Yusril, belum lama ini.
Yusril juga mengingatkan, parpol yang punya wakil di DPR mendapat bantuan keuangan dari APBN. "Saya berpendapat, jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola suka-suka oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ART-nya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945," tambahnya.
Bagaimana tanggapan kubu AHY? Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menganggap, hal tersebut sebagai akal-akalan kubu Moeldoko untuk memperpanjang napas setelah rentetan gugatan mereka kalah di pengadilan.
Herzaky menganggap, uji formil terhadap AD/ART Partai Demokrat sangat mengada-ada. Kata dia, jika niatnya untuk perbaikan kualitas, seharusnya yang diuji AD/ART seluruh parpol, termasuk PBB yang diketuai Yusril. Bukan hanya Partai Demokrat.
"Judicial Review AD/ART parpol bukan hanya jarang, tapi tidak pernah terdengar. Semua ahli hukum yang punya akal sehat, tahu batasannya. Bagi kami, ini hanya akal-akalan dari Moeldoko untuk mendapat perhatian publik," tudingnya.
Dia pun menegaskan, kehadiran Yusril itu tak membuat pihaknya gentar. Herzaky memastikan, rekan-rekannya justru makin solid dan bersemangat.
"Yusril akan kami hadapi karena judicial review yang dimaksud Yusril hanya mau mengubah beberapa pasal AD/ART di kongres. Kami berkeyakinan, judicial review Yusril nanti akan ditolak Majelis Hakim. Kepemimpinan AHY akan tetap sah," tegasnya.
Bagaimana pandangan ahli hukum, apakah bisa AD/ART di-judicial review ke MA? "AD/ART bukan objek uji materi ke MA karena bukan produk peraturan perundang-undangan," kata ahli hukum tata negara UNS, Agus Riewanto, beberapa waktu lalu.
Agus merujuk berdasar Pasal 24 UUD 1945, yaitu MA hanya menguji UU di bawah per-UU-an. Pasal 24 ayat 1 berbunyi: Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. "Tidak lazim melakukan judicial review AD/ART ke MA," tegas Agus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum