Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kepala Pentagon Akui Kegagalan Pemerintah Biden dalam Penarikan Afghanistan

Kepala Pentagon Akui Kegagalan Pemerintah Biden dalam Penarikan Afghanistan Kredit Foto: AP Photo/J. Scott Applewhite
Warta Ekonomi, Washington -

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin dan Kepala Staf Gabungan Mark Milley pada Selasa (28/9/2021), mengakui kegagalan penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Di hadapan Senat, mereka mengatakan bahwa penarikan pasukan AS dan proses evakuasi mengalami kekacauan.

"Perang di Afghanistan tidak berakhir seperti yang kita inginkan, Taliban sekarang berkuasa di Kabul,” kata Milley kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat.

Baca Juga: Amerika Sengaja Terlantarkan Sekitar 100 Warga di Afghanistan, Aksi Biden Loyo

Milley memperingatkan bahwa, kembalinya Taliban di Afghanistan dapat berpotensi menimbulkan perang saudara.

Dalam audiensi dengan Komite Angkatan Bersenjata Senat, Milley dan Kepala Komando Pusat Militer AS Frank McKenzie, telah memperingatkan penilaian profesional militer mereka kepada pemerintah. Menurut mereka, pemerintah yang didukung Barat di Kabul akan jatuh jika AS menarik semua pasukan.

“Analisis saya adalah bahwa penarikan yang dipercepat, tanpa memenuhi persyaratan khusus dan perlu, berisiko kehilangan keuntungan substansial yang dibuat di Afghanistan, merusak kredibilitas AS di seluruh dunia dan dapat memicu keruntuhan NSF dan pemerintah Afghanistan, yang mengakibatkan pengambilalihan Taliban sepenuhnya, atau perang saudara,” kata Milley, dilansir Aljazirah, Rabu (29/9).

Milley menyebut penarikan pasukan AS dari Afghanistan sebagai kegagalan strategis. Sementara itu, McKenzie mengatakan, dia juga telah menilai Kabul akan jatuh jika AS mundur.

“Pandangan saya adalah bahwa 2.500 pasukan adalah jumlah yang tepat untuk tetap (berada di Afghanistan), dan jika kita pergi di bawah angka itu, pada kenyataannya, kita mungkin akan menyaksikan runtuhnya pemerintah Afghanistan dan militer Afghanistan," kata McKenzie.

Pada Februari 2020, pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump mencapai kesepakatan dengan Taliban untuk menarik pasukan AS sepenuhnya dari Afghanistan pada 1 Mei 2021. Milley mengatakan kepada Senat bahwa, setelah pemilu pada November, dia  menerima perintah dari Presiden Trump  untuk melanjutkan penarikan pasukan AS dari Afghanistan. 

Setelah membahas risiko penarikan pasukan dengan Gedung Putih, perintah itu direvisi untuk mengurangi pasukan AS menjadi 2.500. Milley mengatakan, Taliban tidak mematuhi persyaratan perjanjian.

Presiden AS Joe Biden melakukan peninjauan antarlembaga, setelah menjabat pada Januari lalu. Pada April, Biden mengumumkan penarikan pasukan AS dari Afghanistan yang dilakukan secara bertahap mulai Mei hingga 11 September. Kemudian tanggal batas akhir penarikan pasukan direvisi menjadi 31 Agustus.

Sementara itu, Austin terkejut karena tentara Afghanistan yang selama ini sudah dilatih oleh pasukan AS tidak melakukan perlawanan terhadap Taliban. Mereka menyerah dengan mudah sehingga memberi jalan kepada Taliban untuk kembali berkuasa.

"Fakta bahwa tentara Afghanistan yang  kami latih, menyerah begitu saja, dalam banyak kasus mereka tidak melepaskan tembakan. Ini mengejutkan kami semua,” kata Austin.

Austin dan Milley menghadapi pertanyaan khusus dari Partai Republik, yang menuduh pemerintahan Biden salah membaca situasi di Afghanistan, dan gagal memprediksi seberapa cepat Taliban akan bangkit. Sehingga membuat AS lebih rentan terhadap serangan dari kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan ISIS dan Alqeda.

Partai Republik telah menuntut rincian lebih lanjut tentang ISIS di Provinsi Khorasan, termasuk bom bunuh diri ISIS-Khorasan (ISIS-K) di dekat bandara internasional Kabul yang menewaskan sekitar 175 warga Afghanistan dan 13 anggota militer AS pada hari-hari terakhir evakuasi. Mereka juga meminta penjelasan terkait serangan pesawat tak berawak AS yang menewaskan 10 warga sipil Afghanistan.

Pejabat militer AS awalnya mengatakan pemboman pada 29 Agustus menewaskan fasilitator ISIS-K. Tetapi kemudian mencabut klaim itu dan meminta maaf. Mereka mengakui bahwa, pemboman itu mengenai warga sipil, termasuk tujuh anak.

“Kami membutuhkan perhitungan penuh dari setiap faktor, dan keputusan yang membawa kami ke tempat kami sekarang ini, dan rencana nyata untuk membela Amerika bergerak maju,” ujar anggota komite dari Partai Republik, James Inhofe, dalam daftar panjang pertanyaan tentang berbagai aspek  penarikan yang diberikan kepada Pentagon pekan lalu.

Para legislator bertanya bagaimana komunitas intelijen dan militer AS gagal memprediksi seberapa cepat Taliban akan bangkit. Sementara, pasukan Afghanistan yang telah dilatih oleh AS selama bertahun-tahun menyerah tanpa perlawanan terhadap Taliban.

“Saya tidak memperkirakan itu akan terjadi dalam hitungan hari.  Saya pikir itu akan memakan waktu berbulan-bulan,” kata McKenzie tentang runtuhnya militer Afghanistan.

Kritik terhadap penarikan pasukan AS meluas di seluruh garis partai. Demokrat berpendapat bahwa, Trump menanggung sebagian besar kesalahan yang berasal dari perjanjian penarikan awal dengan Taliban. Demokrat telah menunjuk kegagalan AS selama bertahun-tahun untuk membangun militer Afghanistan yang dapat melawan Taliban.

Bill Roggio, seorang rekan senior di Foundation for Defense of Democracies dan editor Long War Journal, mengatakan, para pejabat harus menjawab bagaimana  pertahanan dan intelijen salah membaca situasi di Afghanistan. Hal itu terutama ketika kelompok pemantau menyadari kelemahan militer Afghanistan dan kemampuan Taliban untuk maju dengan cepat.

“Alasan kalian tidak akan mendapatkan jawaban yang jujur, ??itu sederhana.  Entah DoD (Departemen Pertahanan) tidak tahu apa yang terjadi (mengakui bahwa pemimpin mereka gagal) atau para pemimpin DoD berbohong tentang situasi keamanan untuk menutupi penarikan dan berharap mereka bisa pergi sebelum runtuh," ujar Roggio. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: