Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jangan Sampai Transformasi Jadi Ancaman Masa Depan, Ini Peringatan Antropolog Prancis

Jangan Sampai Transformasi Jadi Ancaman Masa Depan, Ini Peringatan Antropolog Prancis Kredit Foto: Muhammad Syahrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Antropolog Prancis menilai transformasi menciptakan sejumlah risiko di masa depan. Dengan beberapa prasyarat yang berhubungan dengan sosiologis, ekologis, demografis, dan juga teknologi. 

"Daripada fokus pada transformasi itu, saya memilih untuk menilai risiko masa depan yang disebabkan oleh transformasi dengan berfokus pada ketahanan wilayah geografis dan budaya yang dipilih dunia," kata Dr Jean Couteau, sebagai salah satu narasumber dalam acara Jakarta Geopolitical Forum V/2021, dengan tema "Culture and Civilization: Humanity at the Crossroad", oleh Lemhannas di Jakarta, Kamis (21/10/2021).

Baca Juga: Ingin Seperti Jepang, Indonesia Kian Pede Menjadi Masyarakat 5.0

Negara Barat, kata Jean melanjutkan, telah lama berhasil mempertahankan keadaan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi melalui tiga cara. Ketiganya meliputi inovasi teknologi, perluasan pasar yang konstan melalui ekspor modal, dan akses berkelanjutan ke tenaga kerja murah melalui imigrasi atau delokalisasi.

Negata Barat terbukti berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tepat melalui kebijakan-kebijakan tersebut. Itu juga sukses menjaga harga barang konsumen tetap rendah, mempertahankan standar hidup yang tinggi, tetapi kontradiksi yang merusak kebijakan ini telah muncul, yaitu transformasi.

Dari latar belakang budaya, sebagian besar negara Barat telah melepaskan sikap positivistik. Namun, ketika kepercayaan akan kemajuan menurun, maka skeptisisme spiritual semakin luas sehingga harapan ideologis berjalan ke segala arah. 

Hal ini, menurut dia, mengkhawatirkan dan dapat menyebabkan krisis yang tidak terduga secara politis. Perkembangan ini memiliki konsekuensi politik yang mendalam terhadap impor tenaga kerja asing dan melemahnya serikat pekerja, sehingga menghancurkan kekuatan politik kelas pekerja.

Sementara itu, China berhasil dengan sistem ekonomi pasar yang dikelola dengan menciptakan sistem. Hal ini membutuhkan kendali yang ketat atas media modern dengan menggunakan kecerdasan buatan dan menekankan batasan kebebasan berekspresi. 

"Masyarakat terkelola" yang lengkap yakni penggabungan ideologi komunis dengan politik. 

Tingkat "otonomi orang" yang dicapai di bawah sistem China yang dapat membebaskan negara itu dari kontradiksi sosial dan gangguan politik yang menghantui banyak negara Barat.

Hal ini disebabkan budaya China selalu mengutamakan kebaikan bersama di atas individu. Komunisme yang bersandar pada analisis radikal Barat tentang realitas ekonomi dan sosial, tidak akan berhasil tanpa latar budaya tersebut. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: