Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengesahan HPP Diharapkan Meningkatkan Pendapatan Negara dari Pajak

Pengesahan HPP Diharapkan Meningkatkan Pendapatan Negara dari Pajak Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menjadi bagian dari proses reformasi struktural  sistem perpajakan yang perlu disyukuri  karena diharapkan dapat mendorong sistem perpajakan ke arah yang lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Penghasilan Negara dari sektor pajak diharapkan dapat ditingkatkan. Meskipun UU tersebut masih jauh dari sempurna sehingga perlu perbaikan dan  penyempurnaan. Salah satu bagian yang perlu diperbaiki adalah perluasan basis pajak dan upaya peningkatan tax ratio.

“Mudah mudahan dengan disahkannya HPP, pemerintah dapat menggenjot perpajakan di sektor tambang. Menurut informasi yang kami terima masih ada  perusahaan Pertanbangan yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) . Ini berarti kehilangan pendapatan negara yang besar dari sektor pajak pertambangan. Dengan adanya HPP kita harapkan pemerintah segera mengejar perusahaan pertambangan yang selama ini belum membayar pajak,” papar Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Berly Martawardaya, kepada pers kemarin.

Baca Juga: Kesepakatan Baru Perpajakan Internasional, Angin Segar untuk Indonesia

Hal lainnya, menurut Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF),  harusnya pemerintah meniru Amerika Serikat dan Inggris yang memasukan gula dan minuman yang mengandung kadar gula tinggi serta bersoda sebagai salah satu objek pajak baru atau yang wajib dikenai cukai. 

Hal ini karena sebagian besar rakyat Indonesia mengkonsumsi gula dan sebagian besar rakyat Indonesia saat ini biaya perawatan  kesehatan dan rumah sakitnya sudah menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Itu berarti biaya pengoabatan penyakit yang disebabkan oleh gula, perawatan dan pengobatan kesehatannya menggunakan BPJS. Ditanggung negara.

“Tujuan pengenaan cukai adalah untuk mengurangi konsumsi dari benda atau zat yang dikenai cukai itu sendiri oleh pemerintah. Sehingga dengan dikenai cukai konsumsinya jadi berkurang. Karena itu, pengenaan cukai terhadap gula dan rokok sudah semestinya dilakukan pemerintah agar konsumsi terhadap rokok  maupun gula tidak berlebihan,” papar Berly Martawardaya.

Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Tak Membuat Penerimaan Negara Turun

Menyinggung soal rokok, Berly melihat, rokok merupakah salah satu produk yang memang harus dikenakai cukai. Hal ini diperlukan agar ada pengendalian dan pengurangan terhadap konsumsi rokok. Berapa persentase kenaikan cukai rokok setiap tahunnya perlu perhitungan yang lebih matang. Namun demikian, Berly menolak bila salah satu jenis produk rokok seperti sigaret keretek tangan (SKT)  tidak dinaikan cukainya.  Menurutnya, karena SKT juga banyak dikonsumsi masyarakat perokok, maka meski produksinya menggunakan tangan bukan mesin, kalau pemerintah menaikan cukai rokok, SKT juga termasuk yang perlu dinaikan cukainya. 

“Pengenaan dan menaikan cukai rokok terhadap SKT  tujuannya untuk menurunkan konsumsi rokok SKT. Jangan sampai nol persen kenaikan cukai rokok SKT,” papar Berly Martawardaya.

Pendapat berbeda disampaikan Dosen dan Peneliti Ekonomi pada Pusat Kajian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeesitas Brawijaya (PPKE FEB UB) Imaninar. Menurutnya tidak selamanya pengenaan cukai dapat mengurangi konsumsi terhadap  zat maupun barang yang dikenai cukai. Rokok salah satunya. Meski pemerintah setiap tahun menarikan cukai, hal ini tidak mengurangi kebiasaan masyarakat mengkonsumsi rokok.

“Meskipun pemerintah hampir setiap tahun menaikkan tarif cukai dan harga rokok, bahkan meski di masa pandemi, namun angka prevalensi merokok tidak mengalami penurunan signifikan. Artinya, kenaikan harga rokok yang selama ini terjadi tidak serta merta dapat menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Hal itu terjadi mengingat masyarakat memiliki alternatif lain dalam mengkonsumsi rokok dengan harga yang murah, yaitu rokok illegal,” tegas Imaninar kepada persk kemarin di  Jakarta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: