Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemda Wajib Laksanakan Program Sampah Pemerintah Pusat

Pemda Wajib Laksanakan Program Sampah Pemerintah Pusat Kredit Foto: Antara/Basri Marzuki

Kementrian dalam negeri mengingatkan bahwa sampah adalah bagian dari pelayanan dasar yang wajib dilaksanakan, namun sepertinya Pemerintah Daerah belum sepenuhnya memahami tugas ini.  

Timbulnya kegaduhan atas penutupan TPS liar di wilayah Neglasari di Kota Tangerang yang sangat berdekatan dengan Bandara Internasional Soekarno Hatta memberikan bukti nyata bahwa Pemerintah Kota Tangerang belum serius memprioritaskan penanganan sampah meskipun berbagai fasilitas telah diberikan melalui berbagai kebijakan dan akselerasi dari Pemerintah Pusat. 

Hal ini membuktikan bahwa dukungan keuangan dan kebijakan dari Pemerintah Pusat bukan satu-satunya faktor yang mampu mendorong terlaksananya program-program penting Pemerintah Pusat. Niat baik dari Kepala Daerah  dan penegakkan hukum lingkungan adalah faktor kunci berikutnya.   

Ketua Umum Indonesia Solid Waste Association (InSWA) Guntur Sitorus, mengamini hal ini dan menilai, perlu keseriusan pemda dalam penanganan masalah sampah.  

"Yang paling mendasar adalah prioritas dan keberpihakan terhadap pengelolaan sampah masih kurang, terutama penyediaan anggaran yg memadai, seringkali pemda mengatakan tidak punya uang. Selain itu masih banyak yang menganggap bahwa sampah itu adalah sumber daya yang dapat dijual dan menghasilkan untung, betul bahwa sebagian kecil sampah dapat dijual seperti plastik, kertas, logam, tapi bagian terbesar dari sampah perlu pengelolaan dan membutuhkan biaya,"

"Sehingga secara total hasil yang diperoleh dari sampah tidak dapat menutupi biaya pengelolaan secara keseluruhan. Sehingga tetap diperlukan anggaran untuk biaya pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah adalah kewajiban, cost center, dan bukan profit center, tidak bisa full cost recovery, kalaupun ada hasil dari sampah, itu dianggap bonus aja,” papar Guntur, Jumat (22/10).

Sejatinya, Presiden Joko Widodo sudah berupaya menyelamatkan kedaruratan sampah nasional lewat regulasi pengelolaan sampah di 12 Kota besar melalui pengesahan Peraturan Presiden No. 35/2018, yang diberikan status sebagai Proyek Strategis Nasional dalam Perpres 109/2021.

Daerah-daerah yang sudah darurat pengelolaan sampahnya seperti Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Semarang dan Surabaya, diberikan fasilitas prioritas dan fasilitasi khusus untuk membangun instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).

Selain itu sudah ada Peraturan Pemerintah yang mendorong semua instrumen pemerintahan dari Menteri, Lembaga, Kepala Daerah untuk bekerjasama mendorong dan mempercepat pelaksanaan setiap Proyek Strategis Nasional dengan berbagai kemudahan.

Meskipun demikian, Pemerintah Daerah banyak yang masih gagal melihat kedaruratan yang dilihat oleh Pemerintah Pusat.

Ditegaskan Guntur, karena PLTSa/PSEL adalah bagian Proyek Strategis Nasional (PSN), Pemerintah Pusat perlu konsisten dalam menegakkan peraturan dan menjamin, mendorong, dan memastikan pemda agar tidak ragu dan tidak takut melaksanakan proyek PSEL.

Karena kelihatannya banyak pemda masih ragu dan khawatir untuk melaksanakan program ini, terutama karena kontraknya panjang, 20 – 25 tahun. Sehingga pemda ketika mau tanda tangan berpikirnya menjadi sangat panjang. Padahal jika mandek, masyarakat jelas akan dirugikan.

Sebagaimana diketahui, bahwa pelaksanaan PLTSa/PSEL melibatkan dana investasi badan usaha dalam penyelenggaraannya, sehingga pendanaannya bukan bersumber dari dana APBN atau APBD. Meskipun demikian, Pemda membayar biaya layanan untuk setiap ton sampah yang diolah dalam aset tersebut.

Harapannya, biaya layanan pengolahan sampah ini kedepannya dapat ditutup dengan penarikan retribusi sampah dari masyarakat oleh Pemda. Keterlibatan dana investasi dan retribusi inilah yang membedakan pelaksanaan program PLTSa/PSEL dari program pelaksanaan proyek-proyek lainnya yang sudah jauh lebih dikenal dan dipahami banyak elemen pemerintah daerah.  

“Banyak hal yg menyebabkan pembangunan PSEL tidak berjalan mulus bahkan dapat dikatakan mandek. Setiap daerah punya kendala dan masalah masing-masing. Namun demikian secara umum permasalahan tersebut terjadi sejak tahap persiapan, penyusunan pra feasibility study, penyiapan dokumen lelang dan penyusunan kontrak, proses lelang, negosiasi kontrak, penandatangan kontrak dan implementasi kontrak. Pada setiap tahapan tersebut mempunyai masalah sendiri-sendiri, “ ucap Guntur, kepada wartawan.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: