Merger Operator Telekomunikasi Dinilai Bakal Beri Dampak Positif Pada Persaingan Usaha
Trend konsolidasi bisnis terutama merger makin marak ketika pemulihan ekonomi bergulir cepat terutama saat pandemi Covid-19 melandai di negeri ini. Di sejumlah sektor, perusahaan skala besar kerap menempuh strategi merger untuk mengkonsolidasikan bisnis guna menangkap peluang pertumbuhan pasca pandemi.
Baik korporasi swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memilih strategi merger yang terbukti membuat kolaborasi bisnis makin solid dalam mengatasi persaingan di masa depan. Sebut saja Gojek yang merger dengan Tokopedia, merger BUMN pelabuhan, hingga merger di sektor telekomunikasi.
Ekonom Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai strategi merger menjadi salah satu pilihan terbaik untuk memperluas pangsa pasar, meningkatkan teknologi, dan efisiensi operasional. Terlebih lagi di zaman disrupsi digital saat ini yang mengedepankan kolaborasi.
“Merger juga dapat membawa efek positif berupa persaingan usaha yang makin sehat dan efisiensi operasional sehingga menguntungkan konsumen secara luas,” ujarnya ketika dihubungi.
Baca Juga: Terang Benderang! Bos Smartfren Blak-Blakan Soal Merger dengan XL Axiata: Kami....
Dengan strategi merger, lanjut dia, akan tercipta kolaborasi kekuatan masing-masing korporasi guna mendorong pertumbuhan ke depan. Efisiensi operasional yang dihasilkan dari merger dapat membuat daya saing korporasi makin meningkat. “Dan ini terbukti memiliki efek positif di sektor bersangkutan,” paparnya.
Nailul juga menyoroti sektor telekomunikasi yang marak melakukan merger antara lain antara XL Axiata dengan Axis serta Indosat Ooredoo dengan Tri.
“Saya melihatnya merger yang terjadi di industri telekomunikasi membawa efek positif terhadap pengembangan industri ICT kita. Terlebih pengembangan 5G nasional saat ini dikuasai oleh salah satu operator. Sehingga merger ini diharapkan mampu membuat persaingan makin sehat sehingga pada akhirnya konsumen yang akan diuntungkan dari adanya peningkatan dan pengembangan industri telekomunikasi,” jelasnya.
Di sisi lain, menurut dia, merger juga akan memudahkan pemerintah melakukan pengawasan serta sinergi dengan program-program yang dibuat. “Misalnya, pemerataan infrastruktur telekomunikasi dan digital itu menjadi program pemerintah. Dengan merger, kemampuan provider pun meningkat untuk dapat membangun infrastruktur seperti tower dan BTS yang diakibatkan dari adanya efisiensi dan penambahan daya modal dari perusahaan provider. Harapannya adalah mereka dapat membangun di daerah-daerah yang belum terjamah sinyal internet kuat," tegasnya.
Baca Juga: Jelang Merger, Pelindo Jamin Tidak Terjadi PHK, Eits.. Ada Syaratnya…
Hal senada disampaikan Head of Research Praus Capital, Alfred Nainggolan. Menurut dia, aksi korporasi merger dan akuisisi ditujukan sebagai sinergi organisasi atau korporasi untuk menyatukan kekuatan guna menghadapi persaingan yang makin ketat. Dengan merger, kolaborasi dua korporasi akan memberikan nilai tambah yang lebih besar.
“Sebagai contoh karena mereka berada dalam satu sektor atau satu core business, tentu yang diperoleh economic scale dalam bisnis tersebut, misalnya operator telekomunikasi, akan menciptakan efisiensi infrastruktur dan operasional,” jelasnya.
Alfred menilai ke depan kolaborasi dengan skema merger akan makin marak saat pemulihan ekonomi pasca pandemi bergulit cepat. “Kolaborasi dan konsolidasi menjadi kebutuhan dasar korporasi setelah melewati badai pandemi. Dan ini terlihat di berbagai sektor,” paparnya.
Dia menilai sedikitnya ada dua faktor yang melatarbelakangi maraknya merger belakangan ini. Faktor pertama, persaingan yang semakin ketat. Dan faktor kedua, target pertumbuhan yang makin tinggi setelah melewati badai pandemi. “Merger ibarat menyatukan dua kekuatan sehingga menciptakan kekuatan baru yang lebih dahsyat,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: