Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengintip Rencana Merger Tiga Maskapai BUMN

Mengintip Rencana Merger Tiga Maskapai BUMN Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak henti-hentinya berupaya untuk melakukan transformasi pada sejumlah perusahaan negara. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan menggabungkan perusahaan-perusahaan BUMN melalui proses merger.

Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan bahwa merger merupakan langkah yang efisien untuk meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama. Ia juga mengatakan, strategi merger bertujuan untuk menghindari persaingan yang merugikan di antara perusahaan BUMN dengan lini bisnis yang serupa. Langkah ini juga memiliki tujuan mendorong sektor swasta untuk berperan dalam ekosistem yang sama.

Erick dikabarkan telah merencanakan penggabungan tiga perusahaan maskapai pelat merah, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air. Rencana tersebut lahir setelah BUMN berhasil meningkatkan efisiensi karena telah melakukan merger perusahaan pelabuhan pelat merah, yakni PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV.

Baca Juga: Menggali Potensi Rencana Merger Waskita Karya dan Hutama Karya

Ia berharap penggabungan ketiga maskapai BUMN tersebut dapat membantu menekan biaya logistik.

"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari empat perusahaan menjadi satu. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kami juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," kata Erick dikutip dari keterangan resmi, Rabu (23/8/2023).

Tujuan di Balik Rencana Merger Tiga Maskapai

Seperti wacana-wacana merger yang dilakukan BUMN sebelumnya, rencana merger ketiga maskapai pelat merah ini bertujuan untuk melakukan efisiensi. Penggabungan Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air digadang-gadang dapat menekan biaya logistik, sehingga dapat meringankan dunia bisnis maskapai.

Tidak hanya itu, rencana merger tersebut juga dilakukan untuk memperkuat bisnis di industri penerbangan. Penggabungan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan jumlah armada pesawat di Indonesia. Pasalnya, Erick menilai industri penerbangan Indonesia masih kekurangan pesawat.

Hal tersebut ia katakan menggunakan perbandingan antara industri penerbangan di Amerika Serikat dan Indonesia. Sebagaimana diketahui, AS yang memiliki populasi penduduk sekitar 300 juta jiwa, dengan rata-rata pendapatan per kapita sebesar US$40.000 telah memiliki armada pesawat hingga 7.200 pesawat.

Sementara Indonesia yang memiliki total penduduk 280 juta jiwa dengan rata-rata pendapatan per kapita sekitar US$4.700 hanya memiliki 550 pesawat. Seharusnya, dengan jumlah populasi dan pendapatan per kapita sebesar itu, Indonesia setidaknya harus memiliki 729 pesawat. Hal ini berarti, Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat.

"Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat. Jadi, perkara logistik kita belum sesuai," tutur Erick.

Profil Singkat Tiga Maskapai BUMN yang Akan Dimerger

1. Garuda Indonesia

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yang lebih dikenal sebagai Garuda Indonesia, adalah perusahaan maskapai nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1949 dan berkantor pusat di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Berdasarkan informasi yang dikutip dari situs Universitas Stekom Pusat, Rabu (23/8/2023), Garuda Indonesia merupakan anggota tunggal dari aliansi penerbangan SkyTeam di Indonesia dan merupakan maskapai terbesar kedua di Tanah Air, setelah Lion Air.

Garuda Indonesia mengoperasikan layanan penerbangan dari Jakarta dan beberapa kota fokusnya ke berbagai tujuan di seluruh dunia, termasuk Asia, Eropa, dan Australia. Lebih lanjut, maskapai ini menjadi satu-satunya maskapai Indonesia yang terbang ke wilayah Eropa dan Oseania.

Informasi yang diambil dari situs resmi perusahaan menunjukkan bahwa Garuda Indonesia mengoperasikan armada pesawat sebanyak 202 unit dengan rata-rata usia armada kurang dari lima tahun. Dengan frekuensi penerbangan mencapai 600 penerbangan per hari, Garuda Indonesia menonjolkan konsep Garuda Indonesia Experience, yang menekankan pada keramahan dan kekayaan budaya Indonesia.

Sementara dari sisi aset, pada Q2-2023, Garuda Indonesia dikabarkan memiliki total aset senilai US$6,28 miliar. Namun sayangnya, pada periode yang sama, angka tersebut diiringi dengan kerugian sebesar US$76,38 juta.

2. Citilink

PT Citilink Indonesia didirikan pertama kali pada tahun 2001. Selanjutnya, berdasarkan Akta Notaris Natakusumah Nomor 01 tanggal 6 Januari 2009, Citilink resmi menjadi anak perusahaan dari Garuda Indonesia. Perusahaan penerbangan ini bermarkas di Sidoarjo, Jawa Timur, dengan pengesahan dari Menkumham Nomor AHU-14555.AH.01.01 Tahun 2009 pada 22 April 2009.

Saat didirikan, kepemilikan saham Citilink terbagi menjadi 67 persen dimiliki oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Garuda) dan 33 persen dimiliki oleh PT Aerowisata (Aerowisata). Namun, setelah menerima tambahan modal dalam bentuk pesawat pada Agustus 2012, kepemilikan saham Citilink berubah menjadi 94,3 persen dimiliki Garuda dan 5,7 persen dimiliki Aerowisata.

Citilink menyelenggarakan layanan penerbangan antarkota dengan memiliki total armada sebanyak 50 pesawat. Basis operasinya terletak di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2020, Citilink telah melayani lebih dari 100 rute menuju 47 tujuan di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, Citilink menawarkan penerbangan internasional menuju Timor Leste, Malaysia, China, Australia, dan Jeddah. Citilink juga melayani rute penerbangan charter dan cargo.

Selama beroperasi di Indonesia, Citilink telah meraih beberapa penghargaan, termasuk Top IT Implementation Airlines Sector dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2017, serta penghargaan Transportation Safety Management Award dari Kementerian Perhubungan pada tahun yang sama.

Pada tahun 2021, Citilink dikabarkan mengantongi total aset senilai US$2,116 miliar dan kerugian sebesar US$356,3 juta.

3. Pelita Air

PT Pelita Air Service, yang lebih dikenal dengan nama Pelita Air didirikan pada tahun 1963, merupakan anak perusahaan dari PT Pertamina (Persero) yang berfokus pada industri penerbangan. Kantor pusat perusahaan maskapai ini terletak di Bandar Udara Pondok Cabe, Tangerang Selatan dan memiliki tiga kantor cabang lainnya di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, dan Bandar Udara Pinang Kampai.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: