- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Gelaran Merger dan Akuisisi Masih Bakal Ramai Terutama di Sektor Energi
Aktivitas merger dan akuisisi (M&A) di Indonesia dinilai menunjukkan kekuatan dan stabilitas yang luar biasa di tengah volatilitas ekonomi global, meskipun aktivitasnya mengalami sedikit penurunan sepanjang tahun lalu.
Kemampuan Indonesia dalam menavigasi tekanan eksternal dan tetap mempertahankan pasar M&A yang kuat menunjukkan daya tarik Indonesia sebagai pusat investasi di Asia Tenggara dalam lanskap bisnis global.
“Stabilitas dan pertumbuhan M&A Indonesia sepanjang tahun 2023 mengalami pergeseran dominasi sektor, refleksi dari pengaruh kondisi ekonomi global atas keberlanjutan bisnis dan kemajuan teknologi,” jelas CEO Protemus Capital Wiljadi Tan ketika menyampaikan hasil riset “The Asia-Pacific M&A Odyssesy: Shaping Factors & Strategic Moves (2019-2023), di Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Baca Juga: Akuisisi 46 Pusat Data, Indosat Serius Bawa Indonesia Jadi Negara AI Cloud Terdepan di Dunia
Lebih lanjut Wiljadi Tan memaparkan, Protemus Capital menyoroti adanya perubahan transisi signifikan dari sektor telekomunikasi sebagai target M&A, yang sangat mendominasi selama pandemi, ke sektor energi dan material, yang sekarang memimpin dalam nilai transaksi M&A.
“Pergeseran ini sejalan dengan fokus Indonesia pada inisiatif energi hijau –maraknya energi panas bumi (geothermal) dan sumber daya alam (Lithium, Kobalt dan Nikel) sebagai bahan dasar baterai Electric Vehicles (EV), yang menandakan posisi ekonomi strategis Indonesia di kancah global,” kata Wiljadi Tan.
Menurut Wiljadi Tan, sektor Energi yang berperan penting baik bagi Indonesia maupun pasar global, merupakan sektor yang dominan dalam M&A Indonesia sepanjang tahun 2023. Cadangan yang substansial dan upaya pengembangan infrastruktur energi Indonesia telah menjadikannya sebagai sebuah fokus dalam memanfaatkan cadangan energi, merespons permintaan energi, dan menarik investor global.
Demikian pula dengan sektor material yang mengalami peningkatan, didorong oleh kenaikan harga nikel selama periode 2022 dan 2023 dan dorongan pemerintah untuk pengolahan akhir (hilirisasi), semakin meningkatkan aktivitas M&A dalam mendukung pengembangan infrastruktur dan pembuatan baterai EV.
Baca Juga: Usai Akuisisi Taman Dayu, Tancorp Group Gerak Cepat Lakukan Ini
Khusus sektor keuangan, Wiljadi mengamati, berdasarkan rekaman data, transaksi M&A di sektor keuangan cukup stabil di tengah upaya konsolidasi yang berkelanjutan sambil tetap mendayagunakan teknologi baru. Kemajuan dalam FinTech (financial technogy), InsurTech (insurance technology), dan ekspansi perbankan digital, merupakan indikasi dari pertumbuhan yang stabil namun inovatif.
Tren ini menunjukkan kemampuan beradaptasi sektor keuangan Indonesia dan potensinya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan upaya mengintegrasikan ke dalam sistem keuangan global. Protemus Capital tetap memprediksikan tumbuhnya aktivitas M&A dalam sektor keuangan di Indonesia sepanjang tahun ini.
Khusus tahun ini, Protemus Capital berkeyakinan transaksi M&A akan tetap terfokus pada sektor energi, sehubungan dengan energi hijau dan kemajuan teknologi dalam sektor keuangan. Protemus Capital memprediksikan kegiatan M&A dalam sektor energi dan material berpotensi bertumbuh sebesar 20% menjadi US$ 2,137 juta dari tahun 2023 sebesar US$ 1,781 juta.
”Kami juga melihat akan adanya konsolidasi lebih lanjut dalam sektor telekomunikasi misalnya dengan rencana merger Smartfren dan XL Axiata, serta juga akan semakin maraknya konsolidasi bisnis para pemain telekomunikasi melalui FMC (Fixed Mobile Convergence) dengan gelaran FTTH (Fiber-To-The-Home) yang akan semakin masif,” jelas Wiljadi Tan.
Baca Juga: Soal Merger BTN Syariah dan Bank Muamalat, OJK: Belum Ada Izin yang Masuk
Selama tahun 2023, Protemus Capital terlibat dalam aktivitas M&A di Indonesia dengan nilai transaksi sekitar USD 125 million yang terdiri dari beberapa sektor terutama Teknologi, Media dan Telekomunikasi.
Protemus Capital merekam data bahwa aktivitas M&A Asia Pasifik sepanjang tahun 2023 mengalami
penurunan sebesar 34% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi US$ 437,2 miliar, dengan jumlah transaksi turun dari 8.594 menjadi 7.301 transaksi.
Penurunan terjadi karena melemahnya aktivitas M&A domestik terutama di Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan. Namun, transaksi M&A lintas negara (cross-border) tercatat meningkat, yang mengindikasikan pergeseran strategi investasi selama tahun 2023. Hal ini juga ditandai dengan semakin berkurangnya transaksi yang dilakukan oleh Private Equity (PE) dan Venture Capital (VC) dan bertambahnya transaksi oleh investor strategis.
Tiongkok masih mencatatkan aktivitas M&A terbesar di Asia Pasifik, namun tetap mengalami penurunan di tahun 2023, demikian pula dengan India. Hong Kong menjadi satu-satunya negara yang mengalami kenaikan transaksi M&A dari US$ 25,9 miliar menjadi US$ 44,4 miliar.
Tahun 2023, transaksi berskala mega (mega-deals) sedikit yang terjadi di Asia Pasifik dan aktivitas M&A lebih banyak digerakkan oleh transaksi berskala menengah dan kecil (medium and small-size deals). Protemus Capital merekam data bahwa transaksi mega-deals dalam bidang Healthcare kemungkinan masih akan terjadi di tahun 2024.
Wiljadi Tan menjelaskan bahwa secara umum aktivitas M&A di Asia Pasifik di tahun 2024 masih akan tetap bertumbuh seiring dengan tuntutan pertumbuhan strategis baik untuk akuisisi teknologi,
pengembangan pasar dan diversifikasi portfolio.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement