Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CIPS: Mekanisme 'Due Process of Law' dalam Mengakses Data Pribadi Masyarakat Harus Diperjelas

CIPS: Mekanisme 'Due Process of Law' dalam Mengakses Data Pribadi Masyarakat Harus Diperjelas Kredit Foto: F5 Labs
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menurut Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Ajisatria Suleiman, mekanisme due process of law yang tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2020, terutama terkait akuntabilitas pemerintah dalam mengakses data pribadi masyarakat, harus diperjelas.

Ia menuturkan, ketidakjelasan mekanisme ini dikhawatirkan akan menyebabkan munculnya "pasal karet" yang berisiko melanggar hak pengguna internet, seperti hak atas privasi, kebebasan berekspresi, serta hak kekayaan intelektual milik penyedia platform digital yang terdapat dalam sistem elektronik miliknya.

Baca Juga: Indonesia Perlu Mengadopsi Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi dengan Pengawasan Kuat

"Beberapa rancangan undang-undang yang bersifat melindungi data pribadi masyarakat dan meningkatkan keamanan informasi juga masih belum disahkan sehingga perlindungan pengguna internet masih belum optimal," tambahnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (29/10).

Ia juga mengatakan walau memang ada kebutuhan sah bagi lembaga negara untuk mengakses data dari Penyelenggara Sistem Eelektronik (PSE) atau platform digital, tetap dibutuhkan prinsip-prinsip dasar untuk melandasi akses ini agar kepentingan HAM dan perlindungan data pribadi tetap terjaga dengan baik, seperti penilaian (assessment) atas kepentingan pengawasan dan proporsionalitas serta legalitas.

"Perlu juga disebutkan secara eksplisit ruang lingkup atau jenis sistem atau data elektronik yang hendak diakses dan akses juga harus hanya dapat digunakan untuk kepentingan yang disebutkan dalam permintaan," kata Aji.

Untuk memastikan terlindunginya HAM dan data pribadi pengguna, CIPS merekomendasikan perlunya penyempurnaan regulasi untuk memastikan due process of  law, khususnya untuk aspek legalitas karena akses terhadap data dan sistem elektronik berkaitan dengan prinsip dasar HAM,  perlindungan data pribadi, dan juga perlindungan rahasia dagang milik PSE.

"Oleh karena itu, pengaturan mengenai hal ini sebaiknya diatur di tingkat undang-undang. Pengaturan dalam tingkat UU memungkinkan adanya diskusi dengan melibatkan wakil rakyat di parlemen. Berkaca dari pengalaman dari Korea Selatan, India, dan Brazil, meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, di negara negara ini terdapat kesamaan, yaitu adanya landasan hukum di tingkat undang-undang," jelas Ajisatria.

Aspek lain yang perlu dipastikan adalah yang terkait otorisasi atau penetapan dari badan peradilan/badan independen. Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 membedakan antara data yang membutuhkan penetapan pengadilan dan yang tidak membutuhkan. Hal ini berbeda dengan semangat KUHAP yang mensyaratkan penetapan pengadilan untuk penyitaan dan penggeledahan, kecuali untuk hal-hal yang mendesak.

Permenkominfo tersebut, menurut Ajisatria, sebaiknya mengadopsi semangat di mana semua akses membutuhkankan penetapan pengadilan atau badan independen lainnya, kecuali untuk urusan-urusan tertentu yang disebutkan secara spesifik dalam Undang-undang.

Proses pengujian dan keberatan dari PSE atas permintaan sebuah akses juga harus dapat dilakukan. Untuk memastikan terlindunginya hak asasi pengguna dan hak dasar PSE, perlu disediakan sarana untuk menguji atau mengajukan keberatan melalui sebuah badan atau forum yang netral, seperti pengadilan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: