Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kejar Target Netral Karbon 2060, PLN Sambut Dukungan Investasi Hijau US$500 Miliar

Kejar Target Netral Karbon 2060, PLN Sambut Dukungan Investasi Hijau US$500 Miliar Kredit Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT PLN (Persero) akan berinvestasi hingga US$500 miliar untuk mendukung energi hijau, melakukan dekarbonisasi dan mencapai target Carbon Neutral 2060. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, PLN siap menangkap peluang pendanaan hijau.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN, Sinthya Roesly, menyatakan, sejak 2 November 2020, PLN telah melakukan transformasi hijau untuk bisa menjawab cita-cita bersama seluruh dunia untuk bisa mencapai target Carbon Neutral 2060.

Baca Juga: Gandeng Nissan, PLN Hadirkan Mitra Swasta Pertama Penyediaan SPKLU di Indonesia

Berbagai proyek strategis juga telah dijalankan PLN guna mempercepat peningkatan porsi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang selaras dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Selain itu, PLN juga bergerak cepat dengan mengimplementasikan program co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) serta menggantikan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di daerah remote dengan pembangkit berbasis EBT.

"Proyek tersebut menjadi bukti komitmen PLN dalam mendukung pemerintah mempercepat target Carbon Neutral dan meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi," ujar Sinthya pada diskusi bertajuk Mobilizing Financing for Indonesia's Power Sector Decarbonization dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP26 di Glasgow, Skotlandia, pada Senin (1/11) waktu setempat.

Untuk mencapai target tersebut, lanjut Sinthya, PLN bakal meningkatkan porsi green financing dengan meluncurkan kerangka pembiayaan berkelanjutan. Hal ini dilakukan guna mempercepat peningkatan kapasitas pembangkit EBT sehingga masyarakat bisa menikmati energi bersih dan andal hingga ke pelosok pedesaan serta mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

"Dalam kesempatan yang baik di COP 26 ini, PLN memerlukan dukungan dari seluruh stakeholder untuk mencapai cita-cita bersama dengan instrumen pinjaman lunak untuk mempercepat pelaksanaan proyek dekarbonisasi. Selain itu, bantuan teknis untuk menetapkan standar proyek yang sesuai agar memenuhi syarat untuk pembiayaan hijau," ujar Sinthya.

Untuk menangkap peluang pendanaan hijau, PLN membuka opsi dari berbagai instrumen. Pertama, green bonds atau obligasi hijau yang nanti hasilnya akan secara eksklusif diterapkan untuk membiayai kembali proyek dengan manfaat lingkungan yang jelas.

Kedua, social bonds. Pendanaan ini akan dimanfaatkan PLN untuk menjalankan proyek-proyek strategis yang berdampak langsung pada masyarakat dan memitigasi persoalan sosial masyarakat. Ketiga, sustainability bonds yang penerapannya bisa secara eksklusif diterapkan untuk membiayai kembali kombinasi proyek hijau dan sosial.

"PLN juga berkomitmen untuk memanfaatkan pendanaan ini semaksimal mungkin dengan sistem pengawasan berkelanjutan dan juga melakukan pelaporan dana yang diserap secara berkala," ujar Sinthya.

Dia menjelaskan, pendanaan hijau ini bukan yang pertama bagi PLN. Pada 23 Desember 2020, perseroan telah berhasil menerbitkan green loan senilai US$500 juta. Pendanaan ini dimanfaatkan oleh PLN untuk menyelesaikan dua proyek PLTA dan 5 proyek PLTP. "Ini semua kami kerjakan meski dalam kondisi pandemi Covid-19 sebagai bukti komitmen kami," tambahnya.

Kepercayaan dalam penerbitan green loan ini bahkan dijamin oleh Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) Bank Dunia. Pendanaan hijau ini 95 persen dijamin oleh MIGA Bank Dunia dan berlangsung selama lima tahun. "Bank Dunia mendukung PLN melalui program yang berjudul Non-Honouring of Financial Obligation oleh Badan Usaha Milik Negara (NHFO-BUMN)," ujarnya.

Sebelumnya di waktu bersamaan pada hari pertama rangkaian COP 26 ini, Asian Development Bank (ADB) juga telah bergabung dalam komitmen bersama dengan PLN untuk mendukung transisi energi hijau.

Di sisi lain, Managing Director of Southeast Asia Clean Energy Facility (SEACEF) Mason Wallick melihat kondisi over suplai dari pembangkit fosil saat ini cukup membebani PLN dalam mengembangkan pembangkit EBT. Terlebih, proyeksi pertumbuhan permintaan listrik tidak akan mampu mengejar over suplai dalam jangka waktu 10 tahun.

"Reformasi dan modernisasi tarif PLN akan membuka jalan bagi alokasi risiko untuk terobosan ke depan untuk pembiayaan campuran dan pendanaan sektor swasta," ujar Mason.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: