Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Studi Oracle: Profesional Percaya AI Bantu Temukan Posisi Baru dalam Pekerjaan

Warta Ekonomi, Jakarta -

Pandemi covid-19 yang berlangsung hampir dalam dua tahun telah membuat banyak pekerja mengalami gejolak emosional.

Mereka merasa seperti hidup dan karir mereka di luar kendali mereka sendiri. Di sisi lain, perusahaan mulai mengambil langkah untuk melindungi kondisi mental para karayawan mereka.

Demikian diungkapkan oleh Iman Muhammad, Head of Applications, Oracle Indonesia, kepada wartawan dalam sesi wawancara. Menurutnya hal itu terungkap dalam studi yang dilakukan oleh Oracle dan Workplace Intelligence, perusahaan yang fokus pada penelitian dan penasihat SDM Perusahaan.

Studi sendiri dilakukan terhadap 14.600 karyawan di level manajer, pemimpin SDM, dan eksekutif level C di 13 negara. Hasilnya menemukan bahwa para karyawan merasa stuck dalam kehidupan pribadi mereka.

Kondisi tersebut tidak hanya dirasakan oleh karyawan di negara berkembang, tapi juga di negara-negara maju. Sebab lebih dari 6.000 responden yang mengikuti studi tersebut, berasal negara-negara maju, seperti Australia, China, Jepang, Korea dan Singapura.

Lebih lanjut Iman menjelaskan hasil studi tersebut, 80% karyawan merasa terkena dampak negatif di tahun lalu (2020), di antaranya 29% menderita penurunan kesehatan mental, 25% motivasi karir kurang, 25% merasa kesepian, dan 22% merasa terputus dari kehidupan atau merasa sendiri. Selanjutnya, di tahun 2021 ini, 63% dari mereka menganggap tahun yang paling stres. Karena lebih dari 55% orang merasa telah berjuang dengan kesehatan mental di tempat kerja mereka.

Sementara jumlah orang yang merasa kurang atau tidak memiliki kontrol atas kehidupan pribadi dan profesional mereka meningkat setengahnya sejak awal pandemi. 47% dari mereka merasa bahwa telah kehilangan kontrol terutama atas kehidupan pribadi mereka.

Bahkan 77% merasa terjebak dalam kehidupan pribadi mereka. Di mana 32% merasa cemat tentang masa depan mereka, dan 27% merasa terjebak dalam rutinitas yang sama. Namun, pada sisi positifnya, mayoritas (78 persen) juga merasa bahwa perusahaan mereka sekarang lebih peduli untuk melindungi kesehatan mental mereka daripada sebelum pandemi.

“Kecemasan yang dirasakan sebenarnya bagaimana kondisi perusahaan tempat mereka bekerja. Untuk bertahan di tengah pandemi apakah ada sifting ke industri lain, atau ada diversifikasi. Lantas mereka sebagai tenaga kerja bagaimana, apakah mereka masih terpakai atau tidak,” ungkap Iman. 

Namun, lanjut Iman, terlepas dari kecemasan dan kesulitan yang dihadapi selama setahun terkahir, para responden dalam studi yang sama, sangat ingin membuat perubahan dalam kehidupan profesional mereka. Bahkan para karyawan sangat termotivasi untuk melakukan perubahan, meskipun menghadapi tantangan yang sangat besar.

Dimana dalam studi tersebut juga terungkap, bahwa 90% karyawan mengatakan arti kesuksesan telah berubah bagi mereka sejak pandemi, dimana mereka membutuhkan keseimbangan antara kesehatan mental, fleksibilitas tempat kerja yang sekarang menjadi prioritas utama.

Sementara 78% merasa terjebak secara profesional, karena mereka tidak memiliki peluang pertumbuhan untuk memajukan karier mereka dan terlalu terbebani untuk melakukan perubahan.

Sementara itu, 72% karyawan mengaku merasa terjebak dalam karir yang berdampak negatif pada kehidupan pribadi mereka, karena menambah kecemasan dan mengalihkan fokus dari kehidupan pribadi mereka. Karena itu, 84% dari mereka siap melakukan perubahan karir, namun 79% mengatakan menghadapi hambatan besar.

“Hambatan terbesar termasuk ketidakstabilan keuangan, tidak mengetahui perubahan karir apa yang cocok bagi mereka, tidak merasa cukup percaya diri untuk melakukan perubahan, dan tidak melihat peluang pertumbuhan di perusahaan mereka,” jelas Iman.

Karena itu, lanjut Iman, 86% dari para tenaga kerja di Asia-Pasifik itu tidak puas dengan dukungan perusahaan tempat mereka bekerja, dan mencari organisasi lain yang mampu memberikan lebih banyak pembelajaran dan pengembangan ketrampilan, serta memberikan peran baru di perusahaan mereka, dan fleksibilitas dalam bekerja. 

Di tengah dinamina tersebut, menurut Iman, perusahaan pelu memperhatikan kebutuhan karyawan dari sebelumnya dan memanfaatkan teknologi untuk memberikan dukungan yang lebih baik bagi para tenaga kerja.

Dalam studi tersebut juga terungkap, ternyata 89% responden menginginkan teknologi yang membantu dalam menentukan masa depan mereka dengan merekomendasikan cara untuk mempelajari ketrampilan baru, dengan mengidentifikasi keterampilan yang perlu mereka kembangkan, dan dapat memberikan saran atas langkah selanjutnya untuk maju menuju tujuan karir mereka.

Di tengah perkembangan teknologi digtal, lanjut Iman, saat ini telah ada teknoligi robot atau Artificial Intelligence (AI) yang sudah dapat digunakan dalam manajemen sumber daya manusia di sebuah perusahaan. Masih dalam studi tersebut, 82% responden juga percaya bahwa teknologi tersebut mampu membawa perubahan seperti yang mereka impikan.

Dimana 88% responden percaya bahwa robot dan teknologi dapat mendukung karir mereka menjadi lebih baik daripada manusia karna dapat memberikan rekomendasi yang tidak bias, memberikan sumber daya yang disesuaikan dengan keterampilan atau tujuan mereka saat ini, atau menjawab pertanyaan tentang karir mereka dengan cepat. 

Namun demikian, banyak dari mereka yang masih percaya bahwa manusia masih memiliki peran penting dalam pengembangan karir dan percaya bahwa manusia lebih baik dalam memberikan dukungan dengan menawarkan nasihat berdasarkan pengalaman pribadi, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, dan mencari di luar resume kerja untuk merekomendasikan peran yang sesuai dengan kepribadian. 

“Jadi mereka meyakini bahwa perusahaan mereka harus berbuat lebih banyak untuk mendengarkan kebutuhan mereka dan mungkin bertahan di perusahaan yang menggunakan teknologi canggih seperti AI untuk mendukung pertumbuhan karier,” jelas Iman.

Lebih lanjut Iman mengatakan, sejak pandemi satu setengah tahun yang lalu, pola dan model lingkungan kerja di Indonesia dan negara lainnya mengalami perubahan yang drastis baik dalam cara kita bekerja, dimana kita bekerja dan untuk siapa kita bekerja.

Akibatnya, banyak para karyawan meng-evaluasi kembali apa arti dari kesuksessan bagi diri mereka sendiri, dan berusaha untuk mendapatkan kembali tali kendali agar bisa mengkontrol baik kehidupan pribadi maupun karier pekerjaan mereka. 

“Untungnya, saat ini ada teknologi yang dapat membantu untuk memandu karyawan di perusahaan dan mereka yang ingin maju, harus siap untuk menerimanya. Bagi pelaku bisnis di Indonesia, studi ini merupakan ‘call to action” yang sangat jelas,"

"Dengan memanfaatkan teknlogi yang tepat seperti AI untuk SDM, akan membantu karyawan dalam mempelajari keterampilan baru untuk kemajuan karier karyawan tersebut, dan juga memungkinkan mereka untuk dapat sukses di lingkungan kerja masa depan,” jelas Iman.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: