Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hadapi Omicron, Biden Minta Warga Amerika Jangan Panik dan Kacau

Hadapi Omicron, Biden Minta Warga Amerika Jangan Panik dan Kacau Kredit Foto: Reuters/Jonathan Ernst
Warta Ekonomi, Washington -

Presiden AS Joe Biden mendesak orang-orang mendapatkan suntikan booster dan memakai masker di dalam ruangan, di saat para ilmuwan tengah mempelajari varian Omicron. Sementara WHO tegaskan pentingnya kesepakatan global.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengimbau warganya untuk tidak panik atas munculnya virus corona varian Omicron.

Ia mengatakan varian Omicron sebagai "penyebab kekhawatiran, bukan penyebab kepanikan" dalam pidatonya di Gedung Putih pada hari Senin (29/11).

Biden mengatakan bahwa AS akan "menghadapi ancaman baru" sama halnya seperti saat AS menghadapi ancaman-ancaman sebelumnya.

Presiden AS ke-46 ini pun meminta warga untuk mematuhi protokol kesehatan. Biden mendesak semua orang di atas usia lima tahun untuk mendapatkan vaksin dan mendesak orang-orang untuk mendapatkan booster enam bulan setelah dosis kedua mereka.

Ia juga mendorong orang-orang untuk memakai masker di dalam ruangan.

"Jika orang-orang divaksinasi dan memakai masker, lockdown tidak diperlukan," kata Biden.

Selain itu, Biden mengatakan pihaknya akan melawan varian baru ini dengan pedekatan ilmiah.

"Kami akan melawan varian ini dengan tindakan dan kecepatan ilmiah dan berpengetahuan luas, bukan kekacauan dan kebingungan," ujarnya.

Pakar penyakit menular AS Anthony Fauci yang juga mendampingi Biden dalam kesempatan ini mengatakan bahwa belum dapat diprediksi apakah varian Omicron akan menjadi varian dominan di negara tersebut.

Tetapi terlepas dari jaminan Biden, Kepala Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengatakan bahwa peningkatan infeksi baru-baru ini dan munculnya varian Omicron "menimbulkan risiko penurunan terhadap sektor pekerjaan dan aktivitas ekonomi dan meningkatkan ketidakpastian inflasi."

Powell menambahkan varian baru juga dapat memperburuk gangguan rantai pasokan.

AS terus sumbang vaksin Menyorot bahwa varian baru muncul di daerah dengan tingkat vaksinasi yang lebih rendah, Biden mengatakan bahwa termasuk kepentingan negaranya untuk membantu meningkatkan inokulasi global.

AS telah menyumbangkan lebih dari 275 juta dosis vaksin COVID-19 dan berharap dapat mengirimkan 1,1 miliar dosis pada September 2022.

"Sekarang kita membutuhkan seluruh dunia untuk melangkah juga," kata Biden.

"Kita tidak bisa berhenti sampai dunia divaksinasi." AS pada akhir pekan lalu mengumumkan larangan perjalanan udara dengan negara-negara Afrika selatan, tempat varian Omicron pertama kali terdeteksi.

Pentingnya perjanjian global Ketika kekhawatiran atas varian Omicron semakin meningkat, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Senin (29/11) menegaskan pentingnya perjanjian global untuk mencegah dan menghadapi pandemi.

"Munculnya varian Omicron yang sangat bermutasi menggarisbawahi betapa berbahaya dan gentingnya situasi kita," kata Sekretaris Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada sesi awal pertemuan Majelis Kesehatan Dunia yang berlangsung selama tiga hari dari tanggal 29 November hingga 1 Desember ini.

Dia mengatakan para ilmuwan di seluruh dunia "segera" bekerja untuk menentukan apakah varian Omicron, yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan, lebih menular atau apakah vaksin efektif melawannya.

Tedros menekankan bahwa Majelis Kesehatan Dunia yang beranggotakan 194 orang perlu memastikan bahwa landasan diletakkan untuk kesepakatan yang dapat mencegah pandemi di masa depan.

"Kita seharusnya tidak perlu peringatan lainnya lagi," kata Tedros. Sebelumnya, WHO merilis sebuah pernyataan dengan penilaian terbaru dari varian Omicron.

Badan kesehatan PBB ini mengatakan varian Omicron membawa risiko "sangat tinggi" dari lonjakan infeksi global.

Meskipun masih harus diteliti lebih lanjut apakah varian tersebut meningkatkan risiko penyakit parah atau kematian, beberapa mutasi di masa lalu telah menyebabkan risiko infeksi berulang yang lebih tinggi pada pasien yang telah pulih dari COVID-19.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: