Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Change.org Indonesia Dukung Petisi Tolak Label BPA di Kemasan Galon Guna Ulang

Change.org Indonesia Dukung Petisi Tolak Label BPA di Kemasan Galon Guna Ulang Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Change.org Indonesia Dukung Petisi Tolak Label BPA di Kemasan Galon Guna UlangChange.org Indonesia mendukung petisi yang digagas dua anak muda Elhan dan Helfia untuk menolak rencana BPOM melabeli BPA terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.

Platform petisi terbesar dunia ini mengkhawatirkan kebijakan baru BPOM itu akan membuat semua masyarakat di Indonesia menggunakan galon sekali pakai pada tahun 2022 mendatang. 

"Jangan-jangan 2022 nanti, semua bakal pake galon sekali pakai,” sebut Change.org Indonesia dalam statusnya diikuti emoji muka terkejut plus takut dan tagar #tolakgalonsekalipakai. Change.org Indonesia ini juga menampilkan petisi baru yang digagas Elhan dan Helfia berjudul “Galon Guna Ulang Terancam Punah Gara-gara Rencana Baru BPOM?” yang diupdate pada 13 Desember 2021. 

Dalam petisi barunya ini, dua anak muda yang sebelumnya juga menggagas petisi tolak galon sekali pakai di platform Change.org, menolak rencana revisi peraturan BPOM yang akan melabeli BPA terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.

Mereka mengkritisi BPOM yang dinilai malah mendukung produk galon sekali pakai yang merusak lingkungan. Mereka juga sangat menyayangkan sikap yang diambil BPOM itu, karena sebelumnya sudah menegaskan bahwa galon guna ulang itu aman digunakan.

"Padahal BPOM sendiri bilang kalau kadar BPA di galon guna ulang aman digunakan. Kenapa ya sekarang diberikan label? Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan juga kritik rencana ini. Dampak lebih besar? Perusahaannya bisa tutup diganti galon sekali pakai,” sebut Elhan dan Helfia dalam petisi mereka.

"Mereka menegaskan bahwa  membuat petisi ini bukan untuk berpihak atau menjelekkan satu merek AMDK tertentu. Ini murni karena kepedulian kami sama lingkungan, dimulai dari hal-hal yang spesifik aja, yaitu menghilangkan galon sekali pakai yang bisa digantikan dengan galon guna ulang,” ungkap mereka.

Menurut mereka, sudah terbukti bahwa dari dulu masyarakat bisa hidup tanpa galon sekali pakai. “Kalau perusahaan besar seperti Le Minerale mulai menarik produknya, ini bisa jadi contoh untuk produsen lain yang juga punya produk galon sekali pakai ukuran lebih kecil,” ucap mereka. 

Change.org Indonesia juga mendukung  Elhan dan Helfia yang dalam petisinya mengutip apa yang disampaikan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kemenperin, Edy Sutopo, yang mengkhawatirkan nasib pekerja yang selama ini bekerja di perusahaan galon guna ulang jika rencana BPOM ini diwujudkan.

“Selain itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo juga bilang kalau rencana ini diwujudkan, gimana nasib pekerja yang selama ini kerja di perusahaan galon guna ulang?” kata Elhan dan Helfia. 

Sedangkan bagi produsen, ekolabel juga akan meningkatkan daya saing dalam pasar domestik dan internasional.

”Kalau saya sarankan, BPOM sebaiknya mengarahkan ke barang ecolable. Karena di sini, kita jadi tidak lagi bingung dalam memutuskan mana yang paling baik seperti yang terjadi dalam persaingan industri air minum dalam kemasan saat ini,” ujarnya.

Karena, kata Jessica, melalui label ekolabel ini, setiap industri harus membuktikan dengan data dan tidak hanya sekedar mengklaim bahwa kemasannya paling baik saja secara lingkungan.

“Karena, ekolabel itu harus memenuhi standar kesehatan dan lingkungan. Jadi, daripada kita harus debat kusir kemasan siapa yang lebih bagus, saya men-challenge produsen-produsen untuk pakai ekolabel semua,” katanya.

"Jadi, menurut Jessica, label ekolabel ini jauh lebih adil diterapkan ketimbang label BPA Free yang hanya ditujukan untuk satu produk tertentu saja. “Karena, ekolabel ini dibuktikan dengan angka, apa dasar misalnya BPOM melarang atau membatasinya,” tukasnya.

Untuk itu, BPOM juga harus melibatkan Pusat Standar Lingkungan dan Kehutanan KLHK dalam rapat-rapat konsultasi publiknya. “Itu lebih pas menurut saya,” ujar Jessica.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: