Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Catat Baik-Baik! Yang Naik Harga Elpiji Non Subsidi, Masyarakat Pengguna Gas Melon Jangan Panik

Catat Baik-Baik! Yang Naik Harga Elpiji Non Subsidi, Masyarakat Pengguna Gas Melon Jangan Panik Pekerja menurunkan tabung gas elpiji bersubsidi dari kendaraan saat pendistribusian ke salah satu pangkalan di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (14/5/2020). Pemerintah melalui Pertamina menjamin ketersediaan elpiji bersubsidi saat pandemi COVID-19 dan jelang lebaran mendatang. | Kredit Foto: Antara/Basri Marzuki

Sebelumnya Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov, langkah menaikkan harga LPG sebagai langkah tepat. Namun, mengantisipasi adanya migrasi dari LPG nonsubsidi ke LPG subsidi, ia menyoroti ketersediaan di masyarakat.

Ia mengamini akan terjadi peralihan penggunaan LPG 12 kg dan 5,5 kg ke LPG subsidi 3kg. Namun porsi pergeserannya tidak akan signifikan.

“Tapi yang perlu dipastikan jangan sampai pasokan LPG subsidi ini timpang antar wilayah, ini akan pengaruhi daya beli masyarakat. Kalau pasokan ini terganggu, nanti terpaksa harus beli LPG nonsubsidi. Kuncinya, kalau masalah di lapangan jaminan LPG subsidi ini harus proporsional antar wilayah,” katanya.

Ia menilai, langkah Pertamina menaikkan harga LPG nonsubsidi ini sebagai langkah bisnis biasa. Pasalnya penentuan harga LPG non subsidi mengacu pada biaya pokok produksi (BPP).

“Artinya tentu Pertamina Patra Niaga berhak melakukan penyesuaian, LPG nonsubsidi ini porsinya kecil, ini masyarakat masih terbantu dengan LPG subsidi,” ujarnya.

Perubahan harga ini menurunya tidak akan berdampak signifikan terhadap ekonomi sosial masyarakat karena masih ada LPG bersubsidi. “yang realitanya (LPG Subsidi) dipakai oleh masyarakat mampu, itu yang menunjukkan kenaikan harga LPG nonsubsidi tak berpengaruh besar,” tukasnya..

Lebih lanjut, Abra menilai hal ini bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk peralihan ke energi yang lebih bersih. Misalnya disamping penggunaan kompor gas, masyarakat yang mampu akan melirik kompor listrik atau induksi.

“Yang paling penting disamping harga komoditas ini yang naik adalah segera dilakukan reformasi subsidi energi. LPG 3kg ini masih mekanismenya (subsidi) terbuka, saya pikir ini momentum subsidi harus lebih terarah,” paparnya.

“Jadi momentum transisi energi juga, masyarakat non konsumen (subsidi) dia kan ketika menghadapi harga ini akan mulai beralih, yang penting juga pemerintah mesti menyediakan alternatif, mereka disodorkan energi lain,” tambahnya.

Misalnya, dalam hal ini adalah kompor listrik atau kompor induksi yang digadang-gadang pemerintah memiliki biaya yang lebih murah.

“Alternatif energi, pemerintah punya mimpi untuk proyek gasifikasi batubara, proyek DME (Dimethyl Ether) saat ini dapat momentum untuk dipercepat, ini jadi semakin luas,” katanya.

Dengan demikian, ia menuturkan ada tiga hal yang bisa jadi alternatif yakni, DME, Jaringan Pipa Gas (Jargas) dan kompor tenaga listrik atau induksi.

“Saya pikir kenaikan harga LPG ini harus jadi momentum shifting perilaku masyarakat. Ujungnya bisa lepas dari impor LPG. Diketahui, Konsumsi LPG kita naik, tahun lalu aja, konsumsi 8,8 juta ton, dan tahun sebelumnya 7,7 juta ton,” terangnya.

“bahkan di 2024 diprediksi naik ke 11,9 juta ton, kalau pemerintah tak siapkan alternatif LPG ini, lama-lama kita akan bergantung dengan LPG. Apalagi harga yang meroket pasti akan bergantung ke impor,” tutupnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: