Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Membengkak, Organisasi Kemanusiaan Bilang Biaya Bencana Paling Mematikan Tembus Rp2.000 Triliun

Membengkak, Organisasi Kemanusiaan Bilang Biaya Bencana Paling Mematikan Tembus Rp2.000 Triliun Kredit Foto: AP Photo
Warta Ekonomi, Washington -

Organisasi bantuan kemanusiaan Christian Aid pada hari Senin (27/12/2021) menyebutkan biaya 10 bencana cuaca paling mematikan yang terjadi di tahun 2021 mencapai nilai US$170 miliar (Rp2,38 kuadriliun).

Organisasi yang berasal dari Inggris ini menjelaskan bencana seperti Badai Ida yang mematikan di Amerika Serikat (AS) hingga banjir parah yang melanda Cina dan Eropa, maupun bencana cuaca lainnya seperti kebakaran hutan dan gelombang panas telah merugikan dunia sebesar US$20 miliar (Rp280 triliun) lebih banyak tahun ini dibandingkan tahun lalu.

Baca Juga: Penanganan Bencana Lambat, Netizen Malaysia Ngamuk-ngamuk: Kami Butuh Uang

Para peneliti mengatakan meningkatnya biaya tersebut diakibatkan perubahan iklim. Mereka menambahkan bahwa 10 bencana tersebut menewaskan sedikitnya 1.075 orang dan membuat 1,3 juta lainnya mengungsi.

Setahun kerusakan iklim

"Biaya perubahan iklim sangat besar tahun ini," ungkap Kat Kramer, pemimpin kebijakan iklim di Christian Aid dan penulis "Counting the cost 2021: A year of climate breakdown" yang dirilis hari Senin (27/12).

"Meskipun bagus untuk melihat beberapa kemajuan yang dibuat di KTT COP26, jelas (kita) tidak berada di jalur yang tepat untuk memastikan dunia yang aman dan sejahtera," Kramer menambahkan.

Bencana paling mahal: Badai Ida

Laporan Christian Aid menunjukkan bencana cuaca paling mahal pada tahun 2021 adalah Badai Ida, yang melanda bagian timur AS pada musim panas lalu. Badai Ida menyebabkan kerusakan dengan nilai kerugian sekitar US$65 miliar (Rp910 triliun).

Setelah memporak-porandakan Louisiana pada akhir bulan Agustus, Badai Ida bergerak menuju ke wilayah utara AS, mengakibatkan banjir besar di kota New York dan daerah sekitarnya.

Banjir terburuk di Jerman dalam beberapa dekade

Sementara hujan lebat melanda Jerman bagian barat pada bulan Juli, menyebabkan banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana. Negara bagian Rheinland-Pfalz dan Nordrein Westfalen menjadi wilayah yang paling terdampak. Tak hanya Jerman, negara-negara tetangga termasuk Belanda dan Belgia juga tak luput diterjang banjir.

Sungai-sungai kecil berubah menjadi arus deras yang menghancurkan seluruh desa. Bendungan-bendungan terancam jebol sementara aliran listrik dan jaringan telepon seluler dimatikan. Lebih dari 180 orang tewas di Jerman, dan lebih banyak lagi yang kehilangan rumah dan harta benda mereka.

Christian Aid melaporkan banjir mematikan di Eropa Barat menyebabkan kerugian sebesar US$43 miliar (Rp602 triliun).

Kebakaran di Amerika Utara dan Turki

Sementara itu, badai musim dingin di Texas yang memutus jaringan listrik negara bagian itu menyebabkan kerusakan US$23 miliar (Rp322 triliun), diikuti oleh banjir di provinsi Henan, Cina pada Juli, yang menyebabkan kerusakan sekitar US$17,6 miliar (Rp264 triliun).

Bencana cuaca lain termasuk banjir di Kanada bagian barat, suhu dingin di akhir musim semi di Prancis yang merusak kebun-kebun anggur, serta topan yang melanda India dan Bangladesh pada Mei juga menelan biaya kerusakan miliaran dolas AS.

Dari suhu panas yang menyiksa di Amerika Utara, hingga kebakaran hutan yang mengamuk di Turki, serta banjir yang memecahkan rekor di Eropa dan Asia, bencana cuaca tahun 2021 menyadarkan manusia akan ancaman perubahan iklim, demikian menurut para pakar lingkungan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: