Presiden DPP PKS Ahmad Syaikhu menyoroti langkah Pemerintah Jokowi yang bersikeras memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) saat pandemi dari Jakarta ke Kalimantan Timur atau Kaltim. Syaikhu menyinggung masih banyak pekerjaan pemerintah yang mesti diprioritaskan ketimbang mengurus IKN.
Dia menyebut saat ini misalnya seperti ancaman gelombang ketiga pandemi. Selain itu, imbas pandemi tingkat kemiskinan juga meningkat disertai angka pengangguran tambah banyak. Pun, jutaan pelaku UMKM yang tergerus dan terpaksa gulung tikar.
Menurutnya, dengan rentetan contoh persoalan tersebut langkah pemerintah yang ngotot pindahkan IKN jadi pertanyaan PKS. Ia juga heran dengan proses Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN yang tiba-tiba masuk merangsek dan menerabas tata aturan perundang-undangan MD3 dan Tata Tertib DPR RI.
"Presiden dan kabinetnya menjadikan RUU IKN sebagai agenda mendesak bangsa, mengalahkan agenda strategis bangsa yang lain seperti pemulihan ekonomi nasional, pandemi dan penyehatan fiskal," kata Syaikhu dalam Pidato Kebangsaan Akhir Tahun 2021, Kamis, 30 Desember 2021.
Baca Juga: Ada Apa Nih? Mardani Ali Sera Blak-blakan: Mungkin Kami Harus Seperti PDIP...
Syaikhu menyindir RUU IKN seperti jadi agenda besar bangsa yang tidak bisa menunggu waktu lama. Dia menambahkan PKS menilai pemindahan IKN bukan agenda mendesak yang harus mendapat prioritas.
"Apa urgensinya Ibu Kota Negara harus dipindah dalam waktu singkat? Publik jadi bertanya-tanya: untuk siapa mega proyek ini dibuat? Siapakah yang akan diuntungkan dengan kehadiran mega proyek Ibu Kota baru ini?" tutur Anggota DPR tersebut.
Kemudian, ia menyinggung argumen pemerintah yang mengatakan IKN harus dipindah karena Jakarta sering banjir dan berpotensi tenggelam. Dia mempertanyakan argumen itu karena seperti terkesan Jakarta akan dibiarkan banjir dan tenggelam. Lalu, IKN harus dipindah ke Kaltim. Tapi, ia mengingatkan calon IKN di Penajam Paser Utara, Kaltim juga dilanda banjir.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto