Peleburan LPNK ke BRIN Bikin Riset RI Jadi Tersentralisasi: Bertolak belakang dengan Internasional
Sekretaris Menteri Riset dan Teknologi periode 2004-2009, Abdul Malik, menyebut reformasi penggabungan lembaga riset nonkementerian (LPNK) ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berbeda dengan kultur yang terjadi di luar negeri.
"Kalau kita bandingkan dengan tren yang terjadi di internasional, agak berbeda, bukan, sangat berbeda sesungguhnya," ujar Malik dalam Diskusi Publik Narasi Intitute bertajuk "Persoalan Tata Kelola BRIN dan Masa Depan Birokratisasi Penelitian dan Ilmu Pengetahuan Indonesia", Jumat (7/1/2022).
Baca Juga: Integrasi LPNK ke BRIN Akan Bikin Gaduh, Azyumardi Azra: Lebih Baik Pemerintah Fokus ke Hal Positif
Terdapat tiga poin yang disorot oleh Malik. Pertama, lembaga riset di luar negeri memiliki fokus kajian riset dan inovasi masing-masing. Artinya, satu lembaga tidak mengerjakan semua jenis kajian riset.
"Tidak merambah ke mana-mana, scope mereka sangat fokus," katanya.
Kedua, lembaga riset di luar negeri melakukan berkolaborasi dengan banyak institusi, baik domestik maupun internasional. Menurut Malik, tidak ada penelitian yang dilakukan sendirian.
Ketiga, keputusan tentang kebijakan sains dan teknologi dari waktu ke waktu makin terdesentralisasi, bukan terkonsentrasi. Hal ini bertolak belakang dengan di Indonesia yang melebur LPNK ke BRIN.
"Bahkan Cina, negara komunis yang semuanya dikontrol oleh pusat, itu kebijakan sains dan teknologinya mulai dari 2006 sampai sekarang sudah makin terdesentralisasi. Cina pun memberikan keleluasaan terhadap berbagai macam lembaga," pungkasnya.
Berdasarkan paparannya tersebut, ia menilai apa yang terjadi di Indonesia bertentangan dengan yang terjadi di internasional.
"Kalau kita lihat, kita itu counter-trend," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: