Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Studi Terbaru: Perusahaan Pinjaman Kehilangan Banyak Nasabah Potensial, Berikut Penjelasannya...

Studi Terbaru: Perusahaan Pinjaman Kehilangan Banyak Nasabah Potensial, Berikut Penjelasannya... Kredit Foto: Nuzulia Nur Rahma
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menurut studi Forrester Consulting untuk Experian, perusahaan pemberi pinjaman di Indonesia berpotensi menolak peminjam layak kredit karena kurangnya data kredit komprehensif untuk menilai risiko kredit atau penipuan secara efektif.

Hal ini merupakan salah satu temuan utama dalam studi pada Juni hingga Oktober 2021, yang melibatkan 55 responden survei asal Indonesia yang merupakan pengambil keputusan berbasis risiko senior. Studi gabungan tiga negara1 bertajuk “Experian Credit Decisioning Trends 2022: Indonesia”

Baca Juga: Perusahaan Jasa Pinjaman Online Makin Marak, OJK: 103 Fintech Kantongi Izin, Lainnya Ilegal!

Menurut Managing Director Southeast Asia & Regional Innovation Experian Asia Pacific, Mohan Jayaraman, dalam sebuah acara virtual, Rabu (26/01) temuan ini menjabarkan keadaan manajemen risiko dan tren pengambilan keputusan kredit di Indonesia, di tengah pergolakan lanskap ekonomi. Responden survei diambil dari berbagai perusahaan pemberi pinjaman dari sektor perbankan, fintech, dan non-perbankan untuk memberikan pandangan menyeluruh tentang lanskap keuangan di Indonesia.

Ia juga menuturkan, nasabah individu dan pelaku bisnis dengan riwayat kredit terbatas mengalami kesulitan akses kredit untuk Mendorong Pemulihan Ekonomi di 2022. Sebanyak 69 persen responden survei yang terdiri dari perusahaan pemberi pinjaman tercatat menolak nasabah karena minimnya data riwayat kredit.

"Jika dibiarkan, situasi ini dapat berdampak buruk bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah serta UMKM – sebagai segmen yang rentan mengalami kendala keuangan karena ketidakpastian akibat pandemi. Terkait hal tersebut, sebanyak 87 persen responden menilai bahwa peningkatan penggunaan data dan wawasan merupakan langkah yang patut diprioritaskan (prioritas tinggi atau utama)," sebutnya.

Menurut Mohan, pemanfaatan data yang lebih komprehensif dan cerdas berperan penting bagi perusahaan pemberi pinjaman data dari sumber konvensional serta alternatif seperti sumber non-perbankan telah menjadi pendukung utama bagi perusahaan pemberi pinjaman dalam memitigasi risiko kredit dan fraud.

"Sebesar 87 persen responden saat ini memprioritaskan peningkatan pengumpulan data dari sumber konvensional, dengan 88 persen terbuka untuk menggunakan data baru dari sumber alternatif. Sementara itu, 91 persen memprioritaskan kemampuan untuk memaksimalkan volume atas insight yang berasal dari data yang ada atau yang dikumpulkan," katanya.

Secara khusus, studi tersebut menunjukan perusahaan pemberi pinjaman di Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat penggunaan data alternatif tertinggi di antara negara-negara yang berpartisipasi di dalam studi ini. Situasi ini berpotensi terjadi karena difasilitasi oleh cepatnya digitalisasi di Tanah Air dengan dukungan kebijakan seperti Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP).

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: