PT PLN (Persero) siap mendukung program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi pada tahun ini.
Langkah ini diambil untuk mendukung upaya pemerintah membangun kemandirian energi dan juga menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
Baca Juga: Beban Berat PLN Mencapai NZE 2060
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, saat ini impor LPG dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat yang diprediksi pada 2024 impor LPG bisa mencapai Rp67,8 triliun.
Dengan beralih ke kompor induksi maka ketergantungan terhadap impor LPG akan berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi.
"Masalah defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan. Arahan Bapak Presiden di Istana Bogor sudah sangat jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Salah satunya melalui konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi," ujar Darmawan dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (15/2/2022).
Darmawan mengatakan, bukan hanya impor saja tetapi langkah konversi ini juga akan menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak.
Sebagaimana diketahui, pada 2021 pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp71,5 triliun pada 2024. Terlebih saat ini, pemakaian LPG memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik.
Namun jika dicermati lebih jauh harga LPG di pasaran merupakan harga yang telah disubsidi dari APBN. Darmawan mengatakan Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp6.500 untuk subsidi per kg LPG.
"Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp6.500," ujarnya.
Disisi lain, jika menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp10.250.
"Artinya harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik," ungkapnya.
Darmawan melanjutkan, perseroan memastikan pasokan listrik di seluruh sistem kelistrikan dalam kondisi cukup. Hingga satu setengah tahun ke depan, PLN mempunyai cadangan daya hingga 7 gigawatt (GW).
"Dengan program ini, akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 GW. Ini akan meningkatkan kondisi perusahaan dan keuangan negara tentunya," ujar Darmawan.
Dengan adanya konversi ke kompor induksi ini juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi, dari yang sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber energi domestik.
"Ini agenda bersama. Kita gotong royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia. Apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan. Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat. Seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Alfi Dinilhaq