Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah-Cirebon, Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya memberikan pandangan terkait Wayang dalam Islam.
Menurut Buya Yahya, sebelum Islam masuk ke Indonesia, dunia seni Wayang masih mengandung cerita-cerita kesyirikan. Kata dia, Wayang saat itu merupakan budaya seni yang paling diminati masyarakat kala itu.
Baca Juga: Haramkan Wayang, Khalid Basalamah Kena Pukul Telak dari Orang Nomor Satu di MUI
Namun, Wayang saat itu masih didominasi dengan cerita-cerita syirik dari Hindu dan Budha.
"Kisah Wayang itu diambil dari kisah Hindu-Budha. Tentang Ramayana dan sebagainya itu. Kan di situ ada Dewa. Dewa itu kan (dianggap) Tuhan selain Allah," kata Buya Yahya dilansir chanel YouTube Al-Bahjaj TV, Rabu (16/2/2022).
Kemudian, Buya Yahya melanjutkan, para ulama dalam hal ini Para Wali Songo yang masuk di tanah Jawa menyiarkan Islam, mereka menggunakan Wayang sebagai sarana dakwah. Cerita-cerita dalam dunia Wayang dikemas oleh para ulama agar kesyirikan di dunia pewayangan ini diubah.
Dengan begitu, ditambahkan tokoh-tokoh Wayang. Namanya tokoh Punakawan. Ini adalah tokoh tambahan yang tidak ada sebelumnya.
"Jadi Tokoh Punakawan ini bangsa manusia. Jadi Kalau Dewa ribut tanya ke manusia (Punakawan). Kan aneh kan, Tuhan tanya ke manusia. Ini sudah yang menghilangkan kesyirikan ini," papar Buya Yahya.
Buya Yahya bilang, dalam Islam patung adalah haram. Makanya, ulama kala itu menganggap Wayang bukan patung. Sebab, yang dimaksud patung yang diharamkan adalah sesuatu yang utuh dan berbentuk makhluk bernyawa.
Sementara Wayang tidak utuh. Dia berbentuk patung, tapi dipenyet.
"Dari segi bentuk, Wayang mereka (Wali Songo) juga ngerti, diskusi dengan para ulama, patung adalah haram, makanya (Wayang) mereka penyet. Jadi menjadi tipis. Bukan bentuk berjasad,' katanya.
Menurut Buya Yahya, Wayang tidak haram karena tidak berbentuk patung.
"Makanya mengharuskan Wayang, ya Wayang kulit ini, bukan Wayang lainnya," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: