Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Masalah yang Menggangu Liabilitas Asuransi di Indonesia

Ini Masalah yang Menggangu Liabilitas Asuransi di Indonesia Kredit Foto: Djati Waluyo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Bisnis BUMN Holding Perasuransian dan Penjaminan, Indonesia Financial Group (IFG) Pantro Pander Silitonga menemukan beberapa masalah pengelolaan liabilitas pada perusahaan asuransi jiwa maupun umum.

Masalah yang terjadi di asuransi jiwa salah satunya adalah misstrading proporsisition atau kesalahan dalam menawarkan produk asuransi.

"Dalam pengelolaan liabilitas pada perusahaan asuransi jiwa yang berkaitan dengan investasi, pertama missltrading proposisition, dimana perusahaan asuransi jiwa menawarkan janji investasi dibandingkan dengan janji asuransi," ujar Pantro dalam seminar virtual, Rabu (23/2/2022).

Baca Juga: Gelombang Pandemi Kian Tinggi, Cekpremi.com Tawarkan Asuransi untuk Virus Omicron

Kesalahan kedua adalah miss judge terhadap interest rate trajectory atau terkait penetapan suku bunga.

"Dimana produk jangka panjang seperti endownment membukukan kerugian karena salah memperhitungkan trajectory suku bunga jangka panjang yang ketiga missing liability profil dimana perusahaan asuransi jiwa belum memiliki liability profil dan kebutuhab likuiditas ritel," ujarnya.

Sementara itu untuk asuransi umum banyak yang belum memiliki liabilty profil yang jelas dan adanya fenomena misrepresented accounting terutama untuk land of bisnis yang memiliki jangka waktu pertanggungan yang panjang.

"Contohnya asuransi kredit hal ini diperburuk lagi dengan pengelolaan investasi yang non profesional yang tentunya rentan terhadap potensi public," ungkapnya.

Ia melanjutkan,  perusahaan asuransi jiwa yang menawarkan investasi yang tinggi cenderung akan melakukan investasi di asset trust yang berisiko tinggi.

Maka dari itu, ia menenkankan bahwa aset industri asuransi maupun dana pensiun yang membutuhkan dana pasti harus dapat menggaransi dana nasabah di kemudian hari.

"Strategi investasi disusun untuk memenuhi kewajiban dan kebutuhan cashflow untuk pembayaran klaim dan guarantee dimasa datang maupun juga di masa sekarang," tutupnya. 

Lanjutnya, berdasarkan data dari dana pensiun di kementrian BUMN yang sebagian besar berasal dari dana pensiun yang sifatnya pasti Dana Pensiun Pemberi Kerja Manfaat Pasti (DPPK-MP) menggunakan suku bunga akturia yang sangat tinggi antara 8 sampai 12 persen.

Baca Juga: SOFI dari Sequis: Asuransi Penyakit Kritis dengan Proteksi Pasti & Premi Kembali

Dengan begitu ini mendorong 49 DPPK-MP di BUMN untuk cenderung berinvestasi di aset yang berisiko tinggi untuk mengejar hasil investasi yang sesuai dengan suku bunga aktuaria yang dipakai.

"Dari sampel 21 DPPK-MP BUMN 43 persen diantaranya berinvestasi di aset berisiko tinggi dan juga investasi di aset yang sifatnya tidak likuid, sementara  72 persen peserta adalah peserta pasif, yang artinya likuiditas menjadi hal yang penting bagi dana pensiun tersebut," tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: