Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Giliran Golkar Tanggapi Permintaan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Jokowi

Giliran Golkar Tanggapi Permintaan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Jokowi Kredit Foto: Antara/Fransisco Carolio
Warta Ekonomi, Jakarta -

Usulan pengunduran pemilu 2024 mengemuka. Hal itu berimbas pada munculnya wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Melchias Marcus Mekeng, pembahasan mengenai wacana tersebut harus melibatkan semua parpol di parlemen. Alasannya karena persoalan tersebut terkait dengan konstitusi.

Baca Juga: Prabowo Ingin Menang di Pilpres 2024? Silakan Gandeng Sosok Ini

"Tentu harus melibatkan semua parpol di parlemen dan unsur DPD RI. Bagaimana sikap PDIP, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, PKS dan DPD RI. Golkar siap membahas sesuai mekanisme konstitusi,” kata Mekeng kepada wartawan, Jumat, 25 Februari 2022.

Mekeng menuturkan Partai Golkar akan mengkaji serius wacana perpanjangan masa jabatan presiden itu. Dia menilai masalah tersebut bukan hal yang tabu untuk dibicarakan.

“Yang tidak bisa diubah hanya kitab suci. Di luar itu, semua bisa diubah, asal melalui mekanisme konstitusi,” katanya lagi. 

Dia menyampaikan keinginan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi karena adanya permintaan masyarakat baik disampaikan ke Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto maupun kepada anggota DPR dari Fraksi PG. 

Sebagai partai politik yang memperjuangkan aspirasi masyarakat, lanjut dia, Golkar harus merespons permintaan tersebut.

Mekeng menambahkan yang paling penting dari ide perpanjangan jabatan Jokowi adalah dari sisi ekonomi. Menurutnya, ekonomi Indonesia akan terganggu atau defisit semakin dalam jika tahun 2024 dilaksanakan pemilu. 

Baca Juga: Giliran PAN yang Setuju Pemilu 2024 Diundur, Ini Alasannya

Padahal ekonomi Indonesia saat ini saja belum berjalan normal dan defisit anggaran masih tinggi. Menurut anggota Komisi XI DPR itu, mulai tahun 2023 ini, defisit APBN tidak boleh lebih dari 3 persen. Artinya, defisit anggaran negara kembali ke aturan UU keuangan negara yaitu berada dibawah 3 persen.

Selama pandemi COVID-19, defisit anggaran dibolehkan berada di atas 3 persen. Pembiayaan negara juga banyak ditopang oleh utang. Tahun 2021, utang negara mencapai Rp1.100 triliun. Tahun 2022 ini sedikit berkurang karena ekonomi sudah mulai membaik yaitu Rp600 triliun. Sementara tahun 2023, sudah tidak boleh utang lagi. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: