Jangan Heran Kalau Pemilu 2024 Ditunda: Camkan, Gak Ada yang Bisa Ngalahin Jokowi
Partai koalisi pemerintah dikabarkan makin banyak yang setuju penundaan pemilu atau perpanjangan jabatan presiden. Bukan karena haus kekuasaan, tapi mereka menilai, tidak mudah memimpin negara sebesar Indonesia di saat krisis seperti sekarang. Ditambah lagi, sampai saat ini, belum muncul tokoh baru yang bisa sekuat Jokowi.
Wacana penundaan pemilu terus bergulir. Wacana yang pertama kali diembuskan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin itu, ternyata disambut baik oleh para ketum parpol koalisi lain. Salah satunya Ketum PAN, Zulkifli Hasan. Baca Juga: Kemenag Sibuk Ngurusin Pengeras Suara Masjid, Cak Imin Nggak Basa-basi: Pemerintah Nggak Usah Ngatur
Imin dan Zulhas punya alasan yang hampir sama, yaitu pandemi dan ekonomi. Sementara Zulhas menambahkan soal anggaran pemilu yang mahal, konflik Rusia Ukraina, dan kepuasan Jokowi yang masih tinggi.
Ketum Golkar, Airlangga Hartarto juga mengamini soal tingginya kepuasan rakyat kepada Jokowi. Bahkan, dirinya mendapatkan amanat aspirasi petani sawit yang mendukung Jokowi 3 periode. Airlangga berjanji membawa usulan itu ke parpol lain.
Memang, tidak dipungkiri saat ini kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi sangat tinggi. Hal itu terbaca dalam berbagai survei. Misalnya, dalam survei Litbang Kompas pada akhir Januari 2022 menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin mencapai 73,9 persen.
Angka tersebut meningkat dari 66,4 persen dibandingkan survei serupa pada Oktober 2021. Capaian angka tersebut bahkan tertinggi selama survei-survei sejenis dilakukan sejak Januari 2015 atau di awal masa pemerintahan Jokowi.
Hasil Survei Indikator Politik Indonesia juga sama. Lembaga survei yang dipimpin Burhanudin Muhtadi ini mencatat kepuasan terhadap Jokowi mencapai 70 persen. Survei dilakukan pada 15 Januari-17 Februari 2022.
Menurut Imin, banyak orang setuju dengan usulannya agar pemilu ditunda satu hingga dua tahun.
Klaim Imin mengacu pada analisa big data perbincangan yang ada di media sosial. Menurutnya, dari 100 juta subjek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
“Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data,” kata Imin, kemarin.
Ia mengatakan, perubahan itu terjadi karena survei hanya memotret suara responden pada kisaran 1.200-1.500 orang saja. Sementara responden big data bisa mencapai 100 juta orang. “Pro kontra pilihan kebijakan ini akan terus terjadi seiring memanasnya kompetisi dan persaingan menuju 2024,” katanya.
Namun demikian, ia mengakui, temuan big data tersebut berbeda dengan hasil survei yang kebanyakan menyatakan tidak setuju dengan wacana penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
Apakah semua semua parpol koalisi pemerintah setuju penundaan pemilu? PDIP sebagai partai pemenang pemilu 2019 dengan tegas menolaknya. Menurut Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, tidak punya alasan hukum yang kuat menunda pemilu. Hal yang sama juga dikatakan NasDem. Parpol besutan Surya Paloh ini mengatakan, partainya taat akan konstitusi.
Penolakan juga datang dari oposisi. Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono melontarkan narasi yang lebih pedas lagi. “Memalukan cara berpikir seperti itu (penundaan Pemilu). Memain-mainkan suara rakyat, seolah-olah ini suara rakyat, rakyat yang mana?” tanya AHY.
Faktanya, pilkada 2020 juga tetap digelar di tengah pandemi. Ia menyinggung narasi yang muncul saat itu, bahwa tak ada negara manapun yang menunda Pemilu karena pandemi. Konstitusi berlaku untuk semua. Pusat sampai daerah. “Kok ringan-ringan saja ingin menabrak konstitusi,” cecar dia.
Bagaimana tanggapan pengamat soal wacana penundaan pemilu? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengaku tidak heran soal munculnya wacana pemilu ditunda. Apalagi berbagai hasil survei memperlihatkan kepuasan kepada Jokowi sangat tinggi.
Di masa krisis seperti sekarang, rakyat masih mempercayai kepemimpinan Jokowi. Berdasarkan survei yang IPO lakukan, persentasi kepuasan kepada Jokowi mencapi 69 persen. Angka ini naik tajam dibandingkan survei 2020 yang hanya 49 persen.
Dedi menduga, penundaan Pemilu dan semacamnya, bukan cuma kebetulan. Elit parpol yang bikin rame sudah memetakan kekuatannya. Ujung-ujungnya, menunda Pemilu bisa menambah waktu untuk melakukan propaganda politik.
“Juga, ada nuansa pesimis karena hingga hari ini, posisi Jokowi masih cukup kuat, termasuk dukungan publik. Belum ada calon sekuat Jokowi,” tukas pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, kepuasan publik terhadap kepemimpinan Jokowi tak kuasa menggugurkan aturan yang berlaku. Contohnya, Bill Clinton di Amerika Serikat dan pendahulu Jokowi, Susilo Bambang Yudhoyono.
“Bill Clinton di AS tingkat kepuasan terhadapnya tinggi di periode kedua. Tapi, itu tidak berarti dia punya hak untuk periode ketiga atau perpanjangan masa jabatan. Pak SBY di periode kedua juga tingkat kepuasannya di kisaran 60-70 persen. Tapi, itu tidak berarti dia punya hak untuk memperpanjang jabatannya,” pungkas Djayadi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: