Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Co-Founder Qoala Beberkan Seluk-Beluk Bisnisnya, Simak Kunci Suksesnya!

Co-Founder Qoala Beberkan Seluk-Beluk Bisnisnya, Simak Kunci Suksesnya! Kredit Foto: Qoala
Warta Ekonomi, Jakarta -

Qoala merupakan salah satu pemain yang cukup bersaing di industri insurtech. Pada 2021, bisnis Qoala berhasil tumbuh lima kali lipat bila dibanding capaian pada 2020. Di sisi lain, bisnis Qoala telah berekspansi di empat negara. Selain Indonesia, Qoala juga menunjukkan kekuatan eksistensinya di Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Ide pendirian Qoala sendiri berangkat dari pengalaman sang Founder, Harshet Lunani, yang pernah menjadi bos salah satu perusahaan insurtech di Indonesia, bersama dengan Co-Founder, Tommy Martin, yang memiliki banyak pengalaman di perusahaan teknologi, termasuk travel, seperti Traveloka.

Dengan mengkombinasikan pengalaman keduanya, Qoala hadir menjadi solusi asuransi untuk kehidupan sehari-hari masyarakat yang lebih terjangkau.

Baca Juga: Kebebasan Finansial saat Pensiun Jadi Impian Setiap Orang, Berikut Tips dan Saran dari Qoala

Pencapaian Qoala ini juga diakui oleh Generation T, platform milik Tatler Asia, yang memilih Tommy Martin sebagai salah satu dari 23 tokoh muda Indonesia yang berpengaruh pada daftar Gen T List 2021 Leader of Tomorrow. Penghargaan ini diberikan kepada Tommy atas kontribusi dan inovasinya terhadap Indonesia di bidang insurtech melalui Qoala.

Guna mendengar kisah lebih lanjut perjalanan Qoala, Warta Ekonomi berkesempatan untuk melakukan wawancara eksklusif dengan Tommy Martin. Berikut petikan wawancara Warta Ekonomi bersama pemimpin Qoala tersebut.

Mengapa Anda memutuskan untuk menjalankan bisnis di bidang insurtech?

Karena dari sisi kami, kami melihat industri asuransi memang memiliki potensi yang sangat besar. Mungkin terutama karena pemahaman masyarakat terhadap produk asuransi masih cukup minim. Hal tersebut disebabkan beberapa alasan. Contohnya, ada keterbatasan dari sisi produk asuransinya sendiri. Dan mungkin kalau kami melihat industri asuransi secara tradisional, pemasarannya itu kan masih melalui channel offline, agen-agen asuransi.

Jadi, memang secara otomatis jenis produk asuransinya juga sangat mahal karena pemasaran asuransinya offline, agen asuransi perlu mendapatkan komisi. Jadi, secara otomatis itu ticket price-nya cukup tinggi. Dan karena keterbatasan tersebut sehingga masyarakat yang dapat membeli produk asuransi itu juga menjadi terbatas.

Kedua, mungkin ada tantangan dari sisi pelayanan produk asuransi. Mungkin ada suatu persepsi bahwa pelayanan asuransi itu cukup kompleks sehingga banyak orang lebih berani membeli produk asuransi dengan harga yang mahal. Oleh karena itu, kami melihat sebenarnya di kasus ini banyak peranan teknologi yang dapat kami lakukan supaya kami dapat memberikan solusi atas tantangan-tantangan tersebut.

Mungkin sebagai contohnya juga keterbatasan produk asuransi juga disebabkan oleh keterbatasan jalur distribusi produk asuransi. Karena pemasarannya melalui channel offline, maka produknya mahal. Tapi, bagaimana kalau kami bisa mengembangkan jalur distribusi online sehingga biaya pemasarannya jadi lebih murah.

Jadi, dengan inovasi ini secara otomatis jenis produk asuransi yang dapat kami pasarkan itu bisa menjadi lebih murah, sehingga jenis-jenis produk asuransi jadi bisa lebih beragam juga. Jadi, itu mungkin contoh dari sisi peranan teknologi di dalam mengembangkan jenis varian produk asuransi melalui jalur distribusi online.

Maka dari sisi Qoala, kami melihat potensinya besar, tantangannya besar, peranan teknologi itu sangat besar, oleh karena itu, kami berusaha membuat asuransi menjadi sesuatu yang mudah diakses, terjangkau untuk semua lapisan masyarakat, dan yang paling pentingnya mudah digunakan dari sisi klaimnya sendiri.

Qoala memiliki sejumlah produk asuransi, mulai dari mobil, kesehatan, jiwa, smartphone, hingga motor. Apa yang menjadi pertimbangan Anda dalam menentukan produk-produk di Qoala?

Di Qoala sendiri balik lagi, kami melihat salah satu tantangan utama di industri asuransi adalah pemahaman masyarakat soal produk asuransi. Oleh karena itu, kami melihat existing produk asuransi hari ini yang contohnya seperti asuransi kendaraan bermotor dan kesehatan jiwa, menurut kami bukan produk yang cocok buat edukasi karena harganya mahal dan karena lapisan masyarakat yang dapat membeli produk ini masih cukup terbatas. Jadi, kami melihat bahwa kami membutuhkan produk perkenalan yang dapat digunakan untuk mengedukasi masyarakat.

Kriteria produk yang cocok untuk dapat kami pakai sebagai edukasi adalah pastinya harus terjangkau, mudah dipahami, dan mudah digunakan. Oleh karena itu, kami mengembangkan berbagai jenis produk asuransi yang fokus utamanya adalah yang dapat dipakai di kehidupan sehari-hari masyarakat, baik untuk kebutuhan travelling, insurance, shopping, atau commuting.

Balik lagi tujuan kami adalah supaya asuransi dapat di-embed ke kehidupan sehari-harinya masyarakat dengan harga yang terjangkau dan mudah digunakan. Jadi, mungkin itu secara kriteria produk-produk asuransi yang kami fokusnya untuk perkenalan.

Secara jalur distribusinya kami fokus ke platform digital. Sebagai contohnya kalau kami melihat Traveloka, platform online travel agent, kalau konsumen mau beli tiket pesawat, risiko utamanya kan keterlambatan penerbangan. Tapi dengan kondisi Covid-19 ini ada pertambahan risiko-risiko baru, contohnya dari schedule risk, karena jumlah penumpang semakin sedikit sehingga maskapai biasanya beberapa penerbangan akan digabung ke satu penerbangan. Jadi, bakal ada beberapa rescheduling yang terjadi. Atau juga ada risiko pembatalan penerbangan dari customer sendiri, misal karena berhalangan dengan pekerjaan atau kasus Covid-19 yang semakin meningkat, jadi lebih bagus kami jangan melakukan perjalanan dulu kan.

Jadi, jenis-jenis risiko ini yang kami kembangkan produk asuransinya supaya dapat melindungi masyarakat terhadap risiko terkait penerbangan. Dan produk-produk ini juga harganya sangat terjangkau, mulai dari puluhan ribu rupiah, pembeliannya dapat dilakukan secara digital dan proses klaimnya itu mudah. Jadi, ini kami sebutnya asset introductory, punya produk yang tujuannya edukasi.

Produk-produk ini bagus untuk education namun sebenarnya tidak cukup untuk dapat melindungi masyarakat, terutama terkait kesehatan, jiwa, kendaraan bermotor, dan properti. Karena perlindungan terhadap kesehatan jiwa dan aset-aset ini yang dapat memberikan perlindungan terhadap dampak finansial yang sangat besar. Keterlambatan penerbangan tidak akan mengubah kehidupan seseorang. Tapi masalah kesehatan, jiwa, kerusakan kendaraan bermotor, dampak finansialnya besar dan bisa mengubah hidup seseorang.

Produk-produk ini yang sangat penting yang akan menjadi next step ketika masyarakat sudah teredukasi, suatu hari mereka akan memilih produk-produk asuransi ini juga. Dan itu juga alasan kenapa kami fokus di produk-produk yang tradisional ini karena menurut kami ini tujuannya memberikan perlindungan yang lebih komprehensif kepada masyarakat. Jadi, memang ada dua fokus sih, pertama edukasi, kedua lebih ke perlindungan yang lebih komprehensif.

Bagaimana strategi Anda ketika mengembangkan Qoala guna memiliki keunggulan yang dapat membuat masyarakat memilih Qoala dibanding insurtech lainnya?

Industri insurtech ini sendiri boleh dibilang sebenarnya potensinya sangat besar sekali karena hampir semua industri itu membutuhkan asuransi, baik dari sisi perbankan, manufacturing, agribisnis, atau penerbangan, dan sebagainya. Semua industri pasti ada suatu risiko sehingga memang potensi asuransi sangat besar. Itu juga alasannya kenapa hari ini Indonesia ada kurang lebih 150 perusahaan asuransi. Jadi, kalau dari sisi insurtech kami melihat potensinya sangat besar di mana ini bukan market yang one winner takes all gitu.

Karena potensinya besar sekali, kami melihat bahwa ini hampir seperti e-commerce, di mana beberapa perusahaan e-commerce besar atau unicorn yang dapat bersama-sama tumbuh di Indonesia, dan kami melihat hal yang serupa di insurtech. Juga terutama karena tantangan utamanya di insurtech tentang pemahaman masyarakat, dengan adanya kompetitor-kompetitor ini atau insurtech yang lain, ini kami juga melihat sebagai sesuatu yang positif. Karena bersama-sama kami mengedukasi masyarakat terkait produk asuransi.

Tapi, balik lagi ke pertanyaan perbedaannya apa sih antara Qoala dan insurtech lain, mungkin fokus utama Qoala adalah satu, kami melihat industri asuransi harus bisa kami selesaikan end-to-end. Bukan cuma terkait pengembangan produk asuransi, namun kami harus bisa melihat dari sisi pelayanannya juga, baik dari sisi penerbitan polis, pembayaran klaim, hal tersebut juga harus bisa kami inovasikan. Jadi, bukan hanya mengembangkan produk, tetapi layanannya juga tidak bagus. 

Terutama dengan segmen masyarakat saat ini sudah terbiasa dengan platform digital sehingga segala sesuatu harus instan. Kalau saya membeli tiket penerbangan, ya harapannya tiket penerbangannya akan terbit dalam 5-10 detik. Maka industri asuransi juga perlu suatu transformasi dan inovasi teknologi supaya layanannya bisa lebih berbeda. Jadi, itu perbedaan pertama, kami fokusnya end-to-end, bukan cuma distribusi dan pengembangan produk, tapi sampai klaim.

Kedua, dari sisi fokus target segmen kami. Kalau yang kami lihat hari ini, ada beberapa insurtech yang fokusnya ke industri yang kami sebut komersial, contohnya lebih ke memberikan asuransi ke small medium enterprise (SME) atau perusahaan. Contohnya gedung perkantoran, asuransi terhadap lahan pertanian. Jadi, fokusnya memang lebih ke memberikan pelayanan kepada perusahaan. 

Di Qoala sendiri, fokus utama kami di ritel, jadi lebih fokus pemasaran asuransi ke masyarakat Indonesia, kepada individu. Balik lagi dari prinsip Qoala hari ini, tujuan kami hadir di Indonesia adalah untuk meningkatkan adopsi asuransi. Jadi, memang fokusnya harus lebih bisa ke ritel. Dan juga alasannya kenapa ritel ini penting karena ya jujur aja bisnis komersial ini, pelayanan kepada perusahaan-perusahaan ini, sebenarnya sudah dilakukan oleh broker asuransi seperti tradisional. Maka dari sisi kami juga, kami melihat ada keterbatasan teknologi di bagian produk komersial ini. Sedangkan kalau di ritel, potensi inovasinya bisa lebih besar.

Anda barusan menyebut potensi inovasi ritel lebih besar, boleh dielaborasikan lebih lanjut terkait pernyataan itu?

Jadi, mungkin sebagai contohnya akses produk asuransi kepada masyarakat umum hari ini. Ini mungkin balik lagi dari salah satu lini bisnis Qoala yang fokus kerja sama dengan platform digital. Contohnya, dengan e-commerce. Mungkin kalau sebelumnya, masyarakat Indonesia kalau mau membeli produk asuransi biasanya masih ke agen asuransi dan jenis produk asuransinya terbatas. Tetapi, kerja sama dengan platform digital ini, kami sekarang membangun akses kepada produk asuransi yang baru. Jadi, sekarang bisa membeli produk asuransi di Traveloka atau di Tokopedia, Shopee, dan e-commerce lainnya. Jadi, satu, aksesnya sudah terbangun.

Kedua, kami juga mengembangkan produk asuransi yang lebih sesuai di masing-masing platform tersebut. Contohnya, terkait keterlambatan, rescheduling, Covid-19, dan sebagainya. Jadi, secara otomatis jenis produk asuransinya jadi lebih bervariasi. Dan proses penerbitan polis asuransinya lebih instan. Jadi, begitu dibeli di platform tersebut, polisnya bisa terbit langsung.

Baru terakhir dari sisi klaim. Contohnya, untuk keterlambatan penerbangan, kami membangun sistem yang bisa mendeteksi keterlambatan penerbangan. Jadi, secara otomatis begitu pesawat terlambat, tertanggung terlambat, kami bisa memberikan notifikasi kepada mereka melalui WhatsApp untuk menginformasikan bahwa pesawat mereka terlambat dan mereka bisa berhak atas klaim. Jadi, mereka dapat mengajukan klaim dengan mudah. Ini contohnya untuk produk individu.

Tetapi, kalau kami lihat contohnya produk komersial yang perkantoran. Mungkin jenis produk asuransinya itu adalah untuk kebakaran atau gempa bumi. Di kasus ini, peranan teknologi itu sangat terbatas dan juga jumlah pertanggungannya tinggi sekali. Jadi mungkin dari sisi perusahaan asuransi itu lebih make sense untuk mengirim orang untuk menganalisis kerusakan propertinya, melihat kerusakannya seberapa besar. Nah, di sini peranan teknologi kan tidak ada. Sedangkan kalau di contoh yang tadi, produk-produk yang dijual melalui platform digital, itu kami bisa melihat peranan teknologi itu sangat besar, dari depan sampai akhir.

Anda beberapa kali menyebutkan tantangan industri asuransi itu soal minimnya pemahaman masyarakat terkait asuransi. Kalau Qoala sendiri, apa saja tantangan yang dihadapi oleh Qoala dan bagaimana cara Qoala mengatasinya?

Mungkin pada saat kami mulai sekitar empat tahun lalu di 2018, tantangan utamanya insurtech adalah hal yang cukup baru dan pada saat itu mungkin belum banyak perusahaan asuransi yang mengenal insurtech, belum banyak yang memahami potensi venue yang bisa dibawa oleh insurtech. Nah, jadi itu mungkin salah satu tantangan utamanya, bagaimana caranya untuk bekerja sama dengan perusahaan asuransi. Karena perusahaan asuransi di sini memiliki peranan sangat penting karena mereka yang mengembangkan produk asuransi dan manajemen risikonya.

Yang kami lakukan, mungkin di sisi perusahaan asuransi, awalnya kami cuma bekerja sama dengan 1-2 perusahaan asuransi. Karena dari sisi kami, kami melihat bahwa kalau kami bisa mengembangkan inovasi bagus dengan 1-2 perusahaan asuransi, nantinya semua perusahaan asuransi lainnya akan bergabung dengan kami. Jadi, di tahun pertama, di Qoala kami cuma bekerja sama dengan dua perusahaan asuransi. Kami fokus kepada semua pengembangan teknologinya ke dua perusahaan asuransi ini. Sampai di tahun 2022 ini kami sudah ada lebih dari 35 perusahaan asuransi yang sudah bergabung di platformnya kami.

Mungkin juga beruntungnya dari sisi Qoala sendiri, kadang-kadang suatu inovasi itu juga bergantung dari sisi timing. Contohnya, platform Tokopedia dibangun 20 tahun lalu, belum tentu jalan karena masyarakat belum ready untuk melakukan shopping secara online. Mungkin sama hal dengan asuransi, karena sebelum 2018, pengembangan fintech kan sudah terjadi dan sangat cepat sekali di awal 2016-2018.

Jadi, secara otomatis masyarakat dan platform digital sudah lebih teredukasi oleh perkembangan fintech ini. Begitu insurtech masuk di 2018, itu dianggap sesuatu yang lebih mudah untuk dicerna. Dan karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan servisnya fintech, mereka juga lebih terbuka untuk mencoba insurtech. Jadi, timing juga menjadi hal yang sangat penting juga.

Mungkin yang terakhir juga dari sisi rekanan atau partner distribusi Qoala. Kami ada kerja sama dengan beberapa platform digital, seperti Traveloka, Shopee, dan sebagainya. Mungkin dari sisi mereka, mereka pada saat itu juga sangat terbuka untuk bekerja sama terkait pemasaran produk asuransi. Karena mereka memang sudah menghadirkan beberapa layanan fintech, dan insurtech [bagi] mereka sesuatu yang menarik. Bukan karena mereka sudah ready di 2019, itu juga alasannya kami bisa berkembang cukup pesat. Jadi, ada aspek timing yang sangat penting, biar pun ada tantangan-tantangan tersebut, tapi timing menjadi hal yang penting.

Qoala juga memiliki unit bisnis Qoala Plus. Mengapa Anda memutuskan untuk menghadirkan unit bisnis ini?

Contohnya terkait kerja sama dengan platform digital hari ini kami panggilnya sebagai Qoala Enterprise, dan memang tujuannya untuk menjangkau masyarakat luas dengan menghadirkan produk-produk asuransi baru yang tujuannya untuk mengedukasi mereka terhadap produk asuransi.

Nah, Qoala Plus ini fokusnya agak berbeda. Jadi, Qoala Plus ini fokusnya adalah untuk melayani masyarakat yang sudah teredukasi. Dan untuk masyarakat yang sudah teredukasi mengenai produk asuransi, atau sudah lebih ready membeli produk asuransi, fokusnya itu akan lebih kepada produk-produk yang high value, seperti kesehatan, jiwa, dan kendaraan bermotor. Karena produk-produk inilah yang akan memberikan dampak finansial yang besar. Cuma kalau secara tradisional, masyarakat hari ini membeli produk asuransi melalui agen-agen asuransi kan, tetapi prosesnya itu masih cukup manual, dari sisi pemilihan produk asuransi, penerbitan polis, dan pembayaran. Jadi, Qoala Plus ini juga memiliki tujuan di mana kami mengembangkan aplikasi supaya proses pemasaran, penerbitan polis, dan pembayaran dapat dilakukan secara digital dan lebih mudah. Jadi, Qoala Plus ini memang tujuannya supaya kami dapat membantu tenaga pemasar untuk memberikan layanan yang lebih bagus kepada masyarakat.

Sebelumnya, Qoala menyebut Indonesia sebagai pasar terbesar dibanding tiga negara lainnya. Menurut Anda, mengapa pasar asuransi Indonesia bergerak lebih cepat dan bagaimana Anda mengoptimalkan potensi tersebut?

Hari ini Qoala mungkin perusahaan insurtech pertama yang hadir di tiga negara, jadi kami ada di Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sebenarnya secara empat negara ini, Thailand dan Malaysia secara adopsi asuransinya sudah cukup bagus, yang paling maju. Karena adanya regulasi asuransi kendaraan bermotor itu mandatory. Jadi, tiap kali mereka melakukan perpanjangan asuransi atau apa pun harus membeli produk asuransi. Jadi, secara tingkat adopsi dan pemahamannya sebenarnya lebih bagus.

Cuma kalau di Qoala tersendiri, kalau kami melihat market di Indonesia yang populasinya paling besar kan. Dan kedua, Indonesia juga memiliki ekosistem startup yang terbesar kelima di dunia. Dan kalau kami lihat semua, mungkin lebih dari setengah platform unicorn di Asia Tenggara, semuanya pasti beroperasi di Indonesia. Jadi, itu menjadi suatu potensi yang sangat besar. Karena dengan adanya platform digital ini, kami dapat menjangkau masyarakat luas. Jadi, mungkin kami melihat pasarnya terbesar itu lebih dari sisi potensi inovasi yang dilakukan dari sisi future growth-nya itu bisa lebih besar dibanding markets lain.

Apa target Anda untuk Qoala di 2022 dan untuk jangka panjang?

Di tahun 2021 kami berkembang sebesar lima kali lipat bila dibanding tahun 2020, kami sudah ada di empat negara juga. Jadi, di tahun 2022 ini, kami memiliki aspirasi yang sama untuk dapat berkembang lima kali lipat lagi. Dan kalau secara fokus utama Qoala di tahun ini, Indonesia masih menjadi fokus utama kami, terutama di bisnis Qoala Plus. Di sini kami masih melihat banyak potensi yang dapat dikembangkan, mungkin dari sisi jumlah tenaga pemasar. Jumlah tenaga pemasar kami sebetulnya hari ini sekitar 50 ribu. Jadi, salah satu target kami itu untuk dapat mengembangkan jumlah tenaga pemasar 2-3 kali lipat lagi di tahun 2022 ini. 

Selain itu juga, international market seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia, kami juga melihat akan memberikan kontribusi yang sangat besar di 2022 ini. Terutama untuk Malaysia dan Vietnam merupakan market yang baru untuk Qoala sendiri, kami baru memulai market-nya di tahun lalu. Jadi, memang di 2022 ini kami ada ada harapan supaya market international ini bisa menjadi lebih besar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: