Kurang Tegas! Pengamat Sebut Pernyataan Jokowi Soal Penundaan Pemilu 2024 Normatif
Wacana menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan Presiden menuai kontroversi publik yang terus bergulir di bicarakan publik. Melihat kontroversi tersebut begitu keras.
Pada Sabtu 5/3, Presiden Joko Widodo memilih bicara di depan publik dan menyampaikan ajakannya kepada seluruh pihak, untuk tunduk, taat, dan patuh pada konstitusi UUD 1945.
Baca Juga: Jokowi Buka Suara, Wacana Tunda Pemilu Jadi Kurang Tenaga
Namun Presiden juga tidak melarang adanya pembantu presiden dan para ketua partai koalisinya yang berbicara perpanjangan periode dan penundaan pemilu.
Padahal ide tersebut adalah ide melakukan kudeta konstitusi dimana konstitusi sudah melarang Presiden melampaui 2 (dua) periode. Menurut Jokowi, siapa pun boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan, karena ini kan demokrasi.
Kali ini Presiden berbicara berbeda padahal seharusnya Presiden konsisten dengan mengatakan bahwa mereka -termasuk Menteri dan Partai Koalisinya- yang ingin tiga periode ada tiga (motif), pertama, ingin menampar muka, kedua ingin cari muka, dan yang terakhir, ingin menjerumuskan.
Tiga motif tersebut seharusnya tidak layak disampaikan oleh petinggi di pemerintahannya kecuali seandainya Presiden punya agenda lain.
Menurut Ahli Kebijakan Publik dan CEO Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat MPP dalam keterangan pers yang diterima di Sumedang, Senin (7/3/2022), pernyataan Jokowi tersebut normatif dan memberikan sinyal agar pembantunya untuk terus menyuarakan ide tiga periode Presiden dan Penundaan Pemilu sesuatu yang seharusnya dihentikan karena melanggar aturan konstitusi.
Normatifnya menanggapi respon tersebut, ini menjadi sinyalemen ada keinginan Jokowi untuk menjabat menjadi 3 (tiga) periode.
Bias-nya pernyataan presiden tersebut membuat publik bertanya apakah akan seperti pernyataan-pernyataan hal lainnya yang berubah-ubah seperti pernyataan tentang tidak akan menambah utang luar negeri ternyata utang negara dimasa pemerintahannya paling besar, kemudian proyek kereta cepat yang tidak didanai oleh APBN ternyata akhirnya mengizinkan untuk menggunakan dana APBN dan lain-lain.
Baca Juga: Rocky Gerung: Pengikut Jokowi Mulai Menghilang
Berdasarkan fakta tersebut wajar bila publik skeptis dengan pernyataan Presiden Jokowi akan komit, tunduk dan taat pada 2 periode sementara pembantu presiden dibiarkan terus melakukan manuver untuk melawan konstitusi yaitu penunda pemilu dan mendukung masa jabatan 3 periode.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Aldi Ginastiar
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: