Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, pemerintah sedang berupaya menemukan metode baru sekaligus mengubah persepsi lama terkait transmigran.
Menurutnya, pola lama transmigrasi yang dijalankan yang dianggap hanya memindahkan penduduk untuk mengelola lahan di tempat baru harus diubah. Untuk itu, diperlukan formula baru terkait dengan pengelolaan berbasis teknologi dan manajemen modern.
Baca Juga: Mendes PDTT: Besarnya Potensi BUM Desa Perlu Didukung Kualitas Pengelola
"Karena yang perlu direvitalisasi bukan hanya transmigrasi, tapi juga persepsinya. Makanya, ke depan kami ingin ada satu model transmigrasi sesuai kebutuhan zaman," kata Menteri Abdul dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (9/3/2022).
Gus Halim menjelaskan, para transmigran tidak boleh lagi hanya sekadar dibekali cangkul dan sabit sebagai simbol mengolah lahan. Di era maju saat ini, pemangku kepentingan juga dituntut untuk mengubah persepsi demikian. Untuk itu, pengelolaannya harus berbasis teknologi dan perencanaan yang jelas mengenai produksi dan pemasaran produk yang dihasilkan di lahan transmigrasi itu.
Dia menjelaskan, caranya adalah dengan memikirkan konsep yang jelas dan matang dari hulu ke hilir. Selain itu, cara lainnya adalah memastikan para transmigran mendapatkan kelayakan hidup di daerah baru sebagai filosofi transmigrasi.
"Mencanangkan lahan transmigrasi akan dikelola secara komunal dan tidak terbatas dua hektare saja. Pengelolaan hulu hingga hilir telah dilakukan hingga nantinya tidak ada lagi lahan transmigrasi yang ditinggalkan (para transmigran) karena tidak cukup menjanjikan masa depan," ujar dia.
Gus Halim menjelaskan, kebijakan nasional pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi tahun 2020 hingga tahun 2024 akan difokuskan pada revitalisasi kawasan transmigrasi. Hal itu sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan terdapat 52 kawasan transmigrasi prioritas nasional yang akan menjadi fokus pemerintah.
Untuk diketahui, transmigrasi memiliki sejarah panjang di Indonesia. Tahun 2022 ini program transmigrasi memasuki 72 tahun sejak pertama kali diselenggarakan pada 1950. Sejak itu, program transmigrasi telah mendorong terbentuknya 1.529 desa definitif, 454 kecamatan, 113 ibu kota kabupaten, dan 2 ibu kota provinsi.
Sepanjang rentang itu pula, tercatat setidaknya ada 2,2 juta kepala keluarga yang mengikuti program transmigrasi dan telah ditempatkan di permukiman baru. Target hingga akhir periode adalah terwujudnya 7 kawasan dengan tingkat pengembangan Berdaya Saing, 12 Kawasan Berkembang, dan 33 Kawasan Mandiri.
"Perhatian lain terkait transmigrasi adalah penyusupan paham radikal yang sudah terjadi di titik tertentu kawasan transmigrasi. Mengutip Majalah Tempo, sebuah kawasan yang belum mapan seperti transmigrasi akan dijadikan sasaran oleh pengasong radikalisme. Ini juga harus kita antisipasi sedini mungkin paham ini berkembang dan bisa dideteksi," paparnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum