Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wagner Group, Tentara Sewaan Putin Tak Pandang Bulu yang Siap Lawan Pasukan Elite Amerika

Wagner Group, Tentara Sewaan Putin Tak Pandang Bulu yang Siap Lawan Pasukan Elite Amerika Kredit Foto: Instagram/Russian Army
Warta Ekonomi, Kiev, Ukraina -

Presiden Rusia Vladimir Putin tak hanya memiliki tentara berjumlah besar dengan persenjataan mengerikan. Mantan perwira intelijen Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) itu juga menggandeng grup tentara swasta bernama Wagner Group.

Kesatuan itu tidak ada dalam dokumen resmi Kremlin atay Istana Kepresidenan Rusia. Wagner Group merupakan organisasi tentara bayaran yang dipakai Putin untuk mengobarkan perang berdarah di perbatasan area Traktat Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Baca Juga: Rusia Pakai Senjata Kimia, NATO Punya Balasan Setimpal, Perang Dunia di Depan Mata!

Saat ini, Wagner Group dalam posisi berhadap-hadapan dengan pasukan elite Amerika Serikat. Media Inggris The Daily Star menyebut Putin menggunakan militer swasta itu sebagai proksi.

Sebelum Putin memerintahkan tentara Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2024, para personel Wagner Group telah menyusup ke negeri pimpinan Presiden Volodymyr Zelensky itu. Organisasi yang menggunakan emblem bergambar tengkorak itu pula yang meletakkan dasar-dasar invasi militer Rusia ke Ukraina.

Sebagai kelompok tentara bayaran, Wagner Group mirip dengan Blackwater di AS. Namun, organisasi paramiliter pimpinan Yevgeny Prigozhin itu hanya punya satu klien, yakni Putin.

Atas dasar perintah Putin, Wagner Group melibatkan diri dalam perang sudara di Republik Afrika Tengah (CAR). Pada Februari 2021, seorang perempuan muda asal CAR mengaku diculik dan diperkosa tentara bayaran Rusia.

"Mereka menyiksaku seperi seekor binatang," kata perempuan berusia 20 tahun itu.

Pada peristiwa lain, seorang saksi mata mengungkapkan anggota Wagner Group menembak tanpa pandang bulu ke arah kerumunan warga yang berlindung di sebuah masjid.

Saksi itu menyatakan personel Wagner Group tidak membedakan pemberontak dengan warga sipil. "Mereka ingin membunuh orang-orang," katanya. 

Memang sebagian anggota Wagner Group adalah mantan tentara. Namun, banyak di antara mereka merupakan bekas narapidana tanpa pengalaman maupun pelatihan militer. Mengapa mereka mau bergabung dengan Warner Group? Uang adalah jawabnya.

Laporan media Inggris The Sunday Times mengungkap organisasi bersenjata itu berperang di Suriah dan dibayar enam kali lipat di atas rata-rata gaji di Rusia. Operasional Warner Group dijalankan oleh dua sekutu terdekat Putin, yakni Yevgeny Prigozhin dan Dmitry Utkin.

Prigozhin mengkhususkan diri pada spionase dan desepsi. Namanya masuk dalam daftar hitam di AS. Pria berjuluk 'Juru Masak Putin' itu diduga terlibat dalam upaya memengaruhi hasil pemilihan presiden (pilpres) AS pada 2016.

Baca Juga: Indonesia Dinilai Berperan sebagai Mercusuar Penolak Invasi Rusia atas Ukraina

Prigozhin beraksi dengan Maria Butina, seorang mata-mata Rusia yang menyusup ke banyak kelompok politik konservatif, seperti National Rifle Association. The New York Times menyebut Prigozhin keluar dari penjara saat Uni Soviet bubar pada 1991.

Selanjutnya, dia membuka usaha kuliner hot dog atau roti berbentuk bulat panjang berisi sosis goreng yang dihidangkan dengan sayuran. Dekat dengan Putin melambungkan Prigozhin. Meski saat muda hidup sederhana dan bermasalah, dia menjelma menjadi salah satu orang terkaya di Rusia.

Prigozhin menjadi rekanan bagi berbagai proyek pemerintah Rusia. Namun, dia juga dituntut menyediakan layanan berupa operasi hitam sesuai kebutuhan Kremlin di bawah Putin.

Adapun Dmitry Utkin dikenal sebagai pribadi yang lebih kasar. Perwira pasukan khusus Direktorat Intelijen Utama (GRU) Rusia itu tak ragu-ragu memperlihatkan ketertarikannya pada Adolf Hitler.

Utkin beberapa kali terlihat mengenakan seragam NAZI, partai fasis yang menguasai Jerman pada era 1933-1945. Pada Desember 2021, Dewan Uni Eropa menuduh pria yang diyakini sebagai pendiri Wagner itu bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang meliputi penyiksaan dan pembunuhan.

Jejak Wagner Group ditemukan di berbagai konflik, termasuk perang di Suriah, Sudan, Republik Afrika Tengah, dan tempat lainnya. Kelompok bersenjata itu juga bekerja sama dengan separatis pro-Rusia dan pentolan kejahatan terorganisiasi pada 2014 saat Putin menganeksasi Krimea.

Langkah itu merupakan batu loncatan bagi Putin untuk menarik Ukraina ke dalam imperium baru Rusia. Oleh karena itu, Wagner Group merupakan aset penting bagi Putin. Meski demikian, tidak ada alamat resmi kantor organisasi tersebut.

Laporan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyebut kelompok bersenjata dengan ribuan personel itu merupakan kepanjangan tangan Rusia.

"Pemerintah Rusia menemukan Wagner dan perusahaan militer swasta lainnya bermanfaat untuk memperluas pengaruhnya di luar negeri tanpa terlihat maupun melibatkan angkatan bersenjatanya," ujar laporan itu.

Wagner Group pernah terlibat kontak senjata dengan US Special Forces atau Pasukan Khusus AS yang menjaga fasilitas gas di Suriah pada 2018. Kala itu, tentara bayaran Rusia dalam jumlah besar -mayoritas dari Wagner Group menyerang instalasi vital tersebut.

Rusia membantah tuduhan itu. Kremlin menyebut serangan itu dilakukan pasukan pendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad. Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar kelompok penyerang itu berbicara dengan bahasa Rusia.

Mereka juga didukung tiga unit tank T-72 buatan Rusia. Kelompok penyerang yang diperkirakan terdiri atas 500 personel juga didukung serangan udara. Pasukan AS kalah kekuatan pada pertempuran itu.

James N Mattis sebagai menteri pertahanan AS saat itu langsung memerintahkan Jenderal Joseph F Dunford selaku komandan staf gabungan memusnahkan kelompok penyerang. AS langsung mengerahkan pesawat tempur F-15, F-22, bomber B-52, dan drone Reaper untuk menahan gempuran Wagner Group.

Hal itu membuat Profesor Sean McFate -pakar strategi dari Universitas Georgetown- mengkhawatirkan kekuatan Wagner Group. Sebab, AS sampai harus mengerahkan pasukan elitenya dan pesawat canggih untuk mengalahkan 500 tentara bayaran.

"Apa jadinya ketika mereka menjadi ribuan, lima ribu?" ujar McFate kepada The Times.

Pemerhati militer Rusia, Mikheil Saakashvili, menduga Putin menginvasi Ukraina untuk menyasar negara lain. Menurutnya, bisa jadi sasaran Putin selanjutnya ialah Finlandia atau Swedia. "Ada kemungkinan pasukan pribadinya sudah berada di Skandinavia untuk menyiapkan jalan," ujarnuya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: