Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Agar Subsidi Tepat Sasaran Harga Pertamax Harus Dinaikkan

Agar Subsidi Tepat Sasaran Harga Pertamax Harus Dinaikkan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kenaikan harga minyak dunia hingga saat ini belum sepenuhnya diikuti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi.

Dari empat jenis BBM nonsubsidi yang didistribusikan PT Pertamina (Persero), baru tiga jenis BBM yang harganya sudah disesuaikan, yaitu Petamax Turbo, Pertadex, dan Dexlite, yang volume penjualannya hanya 3% saja.

Sementara Pertamax yang volumenya sekitar 14%, harganya masih tetap bertahan sejak lebih dari dua tahun lalu, yaitu Rp9.000 per liter.

Karena bukan BBM bersubsidi, gap harga Pertamax menjadi beban Pertamina yang semakin lama menjadi semakin berat. Saat ini produk BBM sejenis Pertamax dengan kadar oktan (RON) 92 dari perusahaan lain dijual sekitar Rp11.900-Rp12.990 per liter.

Ahmad Redi, Pakar Hukum Pertambangan dan Energi dari Universitas Tarumanegara, mengatakan agar subsidi tepat sasaran, sebaiknya harga BBM nonsubsidi, seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite sesuai mekanisme pasar.

Hal ini selaras dengan spirit UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Migas yang telah dipertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi.

“Bahwa terkait harga BBM bersubsidilah yang harganya diatur pemerintah, sedangkan BBM nonsubsidi dapat diserahkan ke mekanisme pasar,” ujar Ahmad Redi, Rabu (16/3/2022). Oleh karena itu, sudah sewajarnya harga Pertamax disesuaikan dengan harga pasar karena diperuntukan bagi masyarakat mampu.

Menurut Redi, harga BBM nonsubsidi harus mengikuti pasar atau sesuai harga pasar dan tidak boleh membebani APBN. Harga BBM nonsubsidi juga tidak boleh membebani rakyat karena APBN berasal dari rakyat, kecuali beban subsidi dalam APBN terus bertambah.

“Hal ini sudah sesuai dengan konsepsi hak menguasai negara atas migas dan prinsip efisiensi berkeadilan dalam Pasal 33 UUD 1945,” ujarnya.

Sebagai perseroan (PT), lanjut Redi, Pertamina harus mendapatkan keuntungan (profit oriented), selain pula untuk menjalankan PSO (public service obligation).

Aspek PSO sudah dilakukan pada BBM subsidi, bahkan termasuk Pertalite yang sejatinya tidak masuk kategori BBM Penugasan. “Jadi untuk Pertamax pun sebaiknya disesuikan dengan mekanisme pasar agar kompetitif dan protifitble bagi Pertamina,” tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: