Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Ana Nurhayati: Sempat Ditolak, Kini Produknya Mampu Ekspor ke Jepang

Kisah Ana Nurhayati: Sempat Ditolak, Kini Produknya Mampu Ekspor ke Jepang Kredit Foto: Emping Garut Raflesia
Warta Ekonomi, Surabaya -

Dalam menjalankan usaha butuh perjuangan dan doa. Itulah kalimat yang terlontar dari seorang Founder dan Owner Emping Garut Raflesia, Ana Nurhayati. Bahkan, kata wanita yang sering dipanggil Ana ini, produk yang ia ual sempat di tolak beberapa warung.

"Itu pun banyak yang nolak, mereka bilang makanan sapi kok dijual," cerita Ana mengenang kisahnya.

Baca Juga: Investree Sambut PT Danareksa sebagai Lender Institusi, Perkuat Dukungan Pembiayaan Demi UMKM Pulih

Walaupun produknya sempat ditolak, bukan berarti harus berhanti menjalankan usaha tersebut. Ana terus berusaha agar produknya diterima oleh masyarakat, yakni dengan mengikuti palatihan. Selama mengikuti pelatihan, dia mengaku tidak malu menawarkan produknya ke acara-acara undangan di luar kota hingga kesempatan membawa produknya (Emping Garut Raflesia) berkolaborasi dengan Millenial Job Center (MJC), pusat kreativitas kaum milenial, tempat bertemunya ide dan gagasan anak-anak muda di Jawa Timur.

Dalam hal ini, MJC membantu dan mendukung UKM potensial dari daerah yang jauh dari pusat kota untuk lebih dikenal menjadi produk unggulan di masyarakat. MJC melihat keunikan produk ini yang bahan utamanya adalah garut atau gerut, sejenis umbi-umbian yang mengandung nutrisi tinggi, tapi belum banyak diolah masyarakat. Padahal, kalau di kota besar, bahan ini bisa jadi produk unggulan pengganti tepung gluten free. Millenial Job Center juga melihat produk Raflesia belum banyak terekspos secara digital.

Selanjutnya, Ana mulanya daftar untuk mengikuti pelatihan yang diadakan MJC melalui EJSC (East Java Super Coridor) Bojonegoro lewat online. Diri sini, Ana lolos untuk mengikuti pelatihan foto produk. Setelah mendapatkan ilmunya, Ana mulai mem-posting dan mempromosikan foto produk Emping Garut Raflesia melalui Facebook, Instagram, dan WhatsApp Business.

"Alhamdulillah langsung ada orderan," ujar Ana.

Tak berhenti pada pelatihan, Ana juga mengikutkan produknya ke setiap program kurasi UKM untuk pameran. Hasilnya, produk olahan garut Emping Garut Raflesia lolos masuk ke Indomaret, pameran di Grand City Surabaya, ekspor bersama Bea Cukai, dan lain-lain.

Setelah produknya mulai diminati, Ana masih terus mengembangkan kualitasnya. Ia mengikuti pelatihan packaging dan kemasan. Emping Garut Raflesia dulu hanya dikemas menggunakan plastik DK dengan label stiker foto copy. Setelah menggantinya dengan kemasan baru yang lebih kekinian, Ana bisa meningkatkan harga jual. Kemasan 50 gr bisa dijual Rp12 ribu, sebelumnya berat bersih 150 gr dijual dengan harga Rp12 ribu sampai Rp14 ribu. Emping Garut Raflesia hadir dalam beberapa varian kemasan Premium 50 gr, standing pouch 70 gr, dan standing pouch 150 gr. Harganya mulai dari Rp7.000 sampai Rp15.000.

Memulai produksi emping garut di 2010 dengan modal awal Rp2 juta, saat itu harga umbi hanya Rp500 per kilo. Di awal, Ana mengerjakan semua proses produksi hanya berdua dengan suami. Sampai akhirnya bisa punya empat karyawan untuk produksi di tempat, dan 15 orang pekerja lepas.

Emping Garut Raflesia mampu diproduksi hinggal 5 kuintal per bulan sebelum pandemi dengan omzet mencapai Rp15 juta per bulan. Namun sejak pandemi, omzet turun 75 persen dengan kemampuan produksi hanya 1 sampai 2 kuintal per bulan dengan omzet hanya Rp5 juta per bulan. Kendalanya bukan saja karena kondisi pandemi, tapi juga ketersediaan bahan baku yang musiman sehingga harus mengambil garut dari luar desa, dan pembatasan pengiriman bahan baku ke luar kota.

Masalah pemasaran tak lagi jadi kendala, seiring waktu permintaan pesat, Ana bahkan mengaku sempat keteteran melayani pesanan karena masalah ketersediaan bahan baku ubi garut. Begitu juga dengan akses permodalan. "Kami sampai menolak bank-bank yang ingin memberikan tambahan  modal," kata Ana.

Saat ini Ana fokus pada pengembangan pemasaran produknya. Emping Garut Raflesia sudah lebih mudah dipasarkan secara lokal, nasional, bahkan ekspor. Produk sudah dilengkapi dengan dokumen perixinan lengkap, seperti  PIRT, MUI, NIB, NPWP, juga terverifikasi uji kompetensi sebagai legalisasi produk camilan.

Ana ingin Emping Garut Raflesia bisa masuk toko-toko oleh-oleh dan toko modern. Masyarakat sudah bisa mendapatkan Emping Garut Raflesia di Indomaret, bahkan para reseller sudah ada di beberapa kota besar seperti Jakarta, Semarang, Madiun, Ponorogo, Mojokerto, Lamongan, Tuban, Kediri, Jombang, Bali, dan banyak lagi.

Permintaan untuk ekspor pun mulai ada, pelanggan dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Jepang mulai memesan produk mentah Emping Garut Raflesia. Proses untuk mencapai penjualan ekspor juga melewati proses panjang. Ana mulai dengan mengikuti kurasi yang diadakan dinas-dinas dan instansi-instansi pemerintah. Beberapa kendala pun dihadapi seperti kelengkapan dokumen ekspor, valas, cara pengiriman dan kendala bahasa.

Kini, Ana pun menginspirasi para pelaku UKM lainnya. Pihaknya mulai banyak diminta hadir berbagi kesuksesan di beberapa acara seperti "Ibu Inspirasi Tuban" yang memberikan motivasi pada ibu-ibu untuk mengembangan usaha, Exxon Mobil, UPK di desa-desa bekerja sama dengan UPK pelatihan usaha berbahan baku lokal seperti jagung, singkong, waloh, lele, dll. Setelah perjalanan usahanya sejak 2010, Ana Nurhayati ingin mengembangkan produk olahan lain miliknya seperti rengginang singkong dan krupuk pati garut.

Dia berharap bisa mendapatkan stok ubi garut yang cukup, bisa memiliki rumah produksi sendiri, dan punya cabang baru.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: