Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sebagian Tokoh Politik Inginkan Penundaan Pemilu, Rakyat Bisa Alami Ini

Sebagian Tokoh Politik Inginkan Penundaan Pemilu, Rakyat Bisa Alami Ini Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 2.

Dimana di dalamnya termaktub Pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun untuk memilih Presiden, Anggota DPR dan DPD, lalu membentuk MPR, hingga kepala daerah.

Baca Juga: Gibran Buka-Bukaan Soal Hubungan Adik Jokowi dengan Anwar Usman, Ternyata...

Belakangan ini para elite maupun pejabat publik gencar menyuarakan penundaan pemilu karena berbagai alasan dan argumen yang menurut mereka masuk akal. Jika pesta demokrasi lima tahunan ini ditunda tentu menguntungkan bagi mereka yang dipilih rakyat pada pemilu sebelumnya.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menjelaskan jadi ruginya itu pada taraf yang paling dasar terkait dengan mengapa pejabat publik mendapatkan mandat demokratik kalau Pemilu ditunda.

“Maka Presiden, DPR, DPD, termasuk kepala daerah tidak punya mandat demokratik untuk mengelola hidup publik,” jelas Burhanuddin Muhtadi dilihat dari Youtube channel Najwa Shihab, Senin (21/3/2022).

Pasalnya, setelah lima tahun sejak dilantik, masa jabatan anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden dan Wakil Presiden berakhir dengan sendirinya.

Burhanuddin mengurai, kalau misalnya jabatan mereka diperpanjang melalui penundaan pemilu pertanyaan yang wajib kita ajukan adalah mereka mewakili siapa?

Sementara pemilu adalah satu-satunya mekanisme demokrasi agar pejabat publik bisa mengatasnamakan rakyat.

“Nah kalaupun mereka tunda pemilu, apa dasar publik atau rakyat mengikuti perintah dan kewenangan yang mereka punya,” tandasnya.

Berdasarkan survei nasional Indikator Indonesia pada Desember 2021 jelas menunjukkan bahwa mayoritas publik setuju pemilu tetap diadakan pada 2024 meski dalam keadaan pandemi sekalipun.

Hanya seperempat warga yang setuju pemilu ditunda hingga 2027 dengan alasan pandemi atau pemulihan ekonomi.

Bahkan jika memakai formulasi pertanyaan yang lain, mayoritas responden tidak setuju masa jabatan Presiden Jokowi ditambah hingga 2027.

Hal ini menunjukkan aspirasi sebagian elit yang menginginkan perpanjangan jabatan presiden hingga 2027 tidak sesuai preferensi mayoritas warga.

Grafik ini menunjukkan bahwa tidak semua responden yang puas atas kinerja Presiden Jokowi setuju perpanjangan masa jabatan hingga 2027.

“Mereka puas terhadap kinerja Jokowi bukan berarti menginginkan masa jabatan ditambah. Itu dua hal yang berbeda,” tekan Burhanuddin.

Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan blak-blakan soal wacana penundaan pemilu. Menurut Luhut, alasan penambahan tiga tahun masa pengabdian Jokowi karena kinerjanya yang dinilai baik, pribadinya, capaian yang bergerak naik, hingg situasi yang terjadi sekarang ini.

Lebih lanjut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) itu mengatakan saat ini adanya wacana perpanjangan jabatan Presiden Jokowi ini adalah bagian dari demokrasi.

Tak main-main, Luhut bahkan mengaku memiliki data dari rakyat Indonesia yang menginginkan agar Pemilu 2024 ditunda pelaksanaanya. Sehingga wacana penundaan Pemilu ini berdasarkan suara dari rakyat Indonesia.

“Kita kan punya big data, dari big data itu 110 juta itu macam-macam, dari Facebook dan segala macam, karena orang main Twitter kira-kira 110 juta,” bebernya.

Baca Juga: Ketua MK Nikahi Adik Ipar Jokowi, Siapa Sangka Pengacara Habib Rizieq Bilang Begini

Dari big data tersebut masyarakat kelas menengah ke bawah menginginkan tidak ingin adanya kegaduhan politik di Indonesia akibat Pemilu 2024. Bahkan masyarakat takut adanya pembelahan, seperti yang terjadi di Pilpres 2019 lalu.

Lebih jauh dikatakan Luhut, dari big data tersebut masyarakat juga tidak ingin Indonesia dalam keadaan susah akibat pandemi Covid-19, namun malah menghaburkan uang demi penyelenggaran Pemilu 2024.

Pasalnya menurut Luhut, Pemilu dan Pilkada serentak 2024 bisa menghabiskan anggaran negara sebesar Rp 110 triliun.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: