Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pilpres Timor Leste Sepi Peminat, Paslon Tidak Ada yang Dapat Suara 50 Persen

Pilpres Timor Leste Sepi Peminat, Paslon Tidak Ada yang Dapat Suara 50 Persen Kredit Foto: EPA-EFE
Warta Ekonomi, Dili -

Warga Timor Leste harus memberikan suara ulang untuk memilih presiden baru, setelah Ramos Horta tidak mendapatkan suara mayoritas lebih dari 50 persen dari pesaingnya Fransisco Guterres, yang menjabat sebagai Presiden.

Ramos yang pernah menjadi presiden sebelumnya, mendapatkan suara yang besar yaitu 46,6 persen dalam pemungutan suara minggu lalu sementara Fransisco hanya mendapat 22,1 persen, menurut penghitungan suara yang diumumkan hari Minggu oleh Komisi Pemilihan Umum Timor Leste.

Baca Juga: Kunjungan Turis Asing Awal Tahun 2022 Naik 13,62%, Timor Leste Mendominasi

Pemilihan presiden ulang akan dilakukan 19 April dan pemenangannya akan mulai menjabat sebagai presiden tanggal 20 Mei, bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Timor Leste ke-20 dari Indonesia.

Ramos dan Fransisco selama kampanye saling menuduh lumpuhnya kehidupan politik yang sudah berlangsung selama beberapa tahun.

Presiden di Timor Leste bertanggung jawab mengangkat pemerintah dan membubarkan parlemen.

Negeri dalam kemelut politik

Man shows his inked finger after voting.Image: Presiden Timor Leste saat ini Francisco "Lu Olo" Guterres menunjukkan jarinya selesai memberikan suara. AP: Lorenio Do Rosario Pereira

Di tahun 2018, Presiden Fransisco menolak mengambil sumpah sembilan calon menteri dari Partai CNRT, yakni Partai Kongres Nasional bagi Pembangunan Timor Leste yang didirikan oleh pemimpin perjuangan kemerdekaan Xanana Gusmao. Xanana adalah salah satu pendukung Ramos untuk jadi presiden.

Fransisco, yang dikenal dengan panggilan Lu Olo berasal dari Partai Fretilin, Partai Front Revolusi bagi Kemerdekaan Timor Leste, yang sebelumnya di tahun 1970-an dan 1980-an memimpin pergerakan untuk merdeka dari Indonesia.

Fretilin mengatakan Ramos tidak layak menjadi presiden. Mereka menuduh ia yang menyebabkan krisis politik ketika menjadi perdana menteri di tahun 2006, dengan puluhan orang terbunuh ketika terjadi konflik terbuka di jalan-jalan di kota Dili.

Kemelut politik ini menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri, Taur Matan Ruak di bulan Februari 2020.

Namun dia bersedia menjadi perdana menteri sementara sampai pemerintah baru terbentuk, termasuk untuk menangani pandemi COVID dengan dana sekitar AU$250 juta.

Pemerintahannya berjalan tanpa anggaran tahunan dengan hanya menggandalkan dana bulanan yang dikeluarkan oleh tabungan negara, yang disebut Dana Petroleum.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: