Ekonomi sirkular atau ekonomi melingkar menjadi alternatif untuk ekonomi linier tradisional (buat, gunakan, buang) dimana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan.
Di dalam sistem ekonomi sirkular, penggunaan sumber daya, sampah, emisi, dan energi terbuang diminimalisir dengan menutup siklus produksi-konsumsi dengan memperpanjang umur produk, inovasi desain, pemeliharaan, penggunaan kembali, remanufaktur, daur ulang ke produk semula (recycling), dan daur ulang menjadi produk lain (upcycling).
Ekonomi sirkular ini juga dapat diterapkan disemua sektor baik itu fast moving consumer goods, konstruksi, pertanian dan sebagainya, sehingga sangat strategis dalam upaya mengoptimalkan sumberdaya, melindungi lingkungan dan berkontribusi pada ekonomi nasional maupun global.
Sebagai contoh, mendesak di Indonesia untuk menerapkan ekonomi sirkular dalam mengelola plastik yang saat ini menjadi prioritas, karena Indonesia telah menjadi penyumbang sampah terbesar kedua di dunia setelah negara Tiongkok dengan estimasi 0,48–1,29 juta metrik ton per tahun. Oleh karenanya presiden Jokowi bergegas untuk mengurangi 70% sampah plastik sampai dengan tahun 2025.
Kembali ke dalam konteks keberlanjutan produk plastik, konsep ekonomi sirkular dapat diterapkan melalui beberapa cara misalkan recycling plastik, upcycling plastik sebagai campuran aspal, mengubah plastik bernilai ekonomi rendah menjadi bahan bakar atau energi, dan sebagainya.
Menkop UKM Teten Masduki, menyampaikan dalam laporan yang diterbitkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas pada Januari 2021, disebut pendekatan ekonomi sirkular memberikan dampak berarti bagi ekonomi, lingkungan, dan sosial di tanah air.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: