Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Alasan Kuat Rubel Ditolak Sebagai Alat Pembayaran Oleh Negara G7

Alasan Kuat Rubel Ditolak Sebagai Alat Pembayaran Oleh Negara G7 Bendera nasional Rusia terlihat di sebuah mobil di depan Kementerian Luar Negeri di Praha, Republik Ceko, 21 April 2021. | Kredit Foto: Reuters/David W Cerny
Warta Ekonomi, Berlin -

Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck hari Senin (28/9/2022) mengatakan, negara-negara industri yang tergabung dalam kelompok G7 menolak pembayaran gas dalam mata uang rubel, sebagaimana dituntut Presiden Vladimir Putin.

Sebelumnya Vladimir Putin mengatakan, negara-negara yang "tidak bersahabat" harus membayar suplai gas Rusia dalam mata uang Rusia, rubel kepada perusahaan penyalur. Tetapi itu tidak sesuai dengan perjanjian bisnis yang ada, kata Robert Habeck.

Baca Juga: Tantangan Putin Dibalas Negara-negara G7: Pakai Rubel Melanggar Kontrak

"Semua menteri (energi) G7 setuju bahwa ini adalah pelanggaran gamblang dan sepihak dari perjanjian yang ada," jelas Robert Habeck. "Pembayaran dalam rubel tidak dapat diterima dan ... kami meminta perusahaan terkait untuk tidak memenuhi permintaan Putin.”

Menteri ekonomi Jerman itu menambahkan, Putin memang sedang tersudut sehingga membuat permintaan seperti itu.

Kanselir Jerman Olaf Scholz juga bersikeras bahwa "kontrak yang kita ketahui menetapkan euro sebagai mata uang pembayaran dan perusahaan akan membayar sesuai dengan kontrak yang telah mereka tandatangani."

Sejauh ini, negara dan perusahaan Eropa membayar pasokan gas dari Rusia dalam euro dan dolar AS.

Eskalasi di pasar gas Rusia?

Sebelumnya pada hari Senin, wartawan bertanya kepada juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, apakah Rusia dapat memotong pasokan gas alam ke pelanggan Eropa jika mereka menolak permintaan tersebut.

"Kami jelas tidak akan memasok gas secara gratis," jawab Dmitry Peskov.

Dia menambahkan, Rusia akan mengambil keputusan pada waktunya jika negara-negara Eropa menolak untuk membayar dalam mata uang Rusia.

Kantor berita Rusia RIA mengutip anggota parlemen Rusia Ivan Abramov yang mengatakan, a penolakan G7 untuk membayar gas Rusia dengan mata uang rubel akan menyebabkan penghentian pasokan secara tegas.

Selain balas dendam setelah Barat memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia, permintaan Moskow untuk pembayaran transaksi dengan rubel, juga dilihat sebagai upaya untuk menyelamatkan ekonominya.

Kalangan pengamat menilai, tuntutan pembayaran dalam mata uang rubel adalah upaya Rusia menopang mata uangnya, yang nilai tukarnya anjlok sejak invasi Rusia ke Ukraina, yang diikuti oleh rangkaian sanksi Barat.

Mengurangi ketergantungan pada gas Rusia

Eropa hingga kini menutupi 40% kebutuhan gas dan 25% kebutuhan minyaknya dengan pasokan dari Rusia. Sehubungan dengan invasi ke Ukraina, negara-negara Eropa berlomba untuk mengurangi ketergantungan mereka pada impor energi dari Rusia.

Jerman telah memberhentikan proyek pipa gas Nord Stream 2 sebagai tanggapan atas perang Putin di Ukraina, namun pemerintah Jerman sejauh ini menolak seruan untuk memboikot total minyak dan gas Rusia.

Pada hari Jumat, AS dan Uni Eropa mengumumkan kemitraan baru untuk membuat Eropa kurang bergantung pada gas Rusia. Berdasarkan kesepakatan itu, AS akan memasok 15 miliar meter kubik gas alam cair (LNG) ke UE tahun ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: