Pemerintah terus mendorong percepatan penanganan stunting sebagai upaya mendorong munculnya sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas, serta menjaga momentum bonus demografi di masa depan.
Untuk diketahui, sejumlah lembaga keuangan dunia memperkirakan Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Prediksi tersebut didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap stabil, dan populasi yang besar.
Dari komposisi usia penduduk, pada 2030, sekitar 70 persen penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun, atau berada dalam masa produktif. Komposisi ini disebut sebagai bonus demografi.
Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menyampaikan dalam menyikapi hal tersebut, pada 2018 pemerintah telah menargetkan percepatan penurunan stunting melalui penyusunan strategi nasional dan percepatan penurunan stunting (Stranas Stunting).
"Sebagai hasilnya, kita menyambut gembira hasil Survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 yang menunjukkan keberhasilan penurunan stunting dalam tiga tahun terakhir yaitu dari 32,8 persen tahun 2018 menjadi 24,4 persen tahun 2021," kata Ma'ruf dalam sambutan pada acara yang digelar FMB9 bertajuk "Percepatan Pencegahan Stunting" Senin (4/4/22).
Ma'ruf menegaskan, komitment pemerintah tak lantas berhenti dengan capaian tersebut. Pemerintah terus berupaya menekan angka stuntung hingga 14 persen pada 2024.
"Target kita sekarang angka stunting dapat ditekan hingga 14 persen 2024. Untuk itu, telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 72, tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting," kata Ketua Pengarah Percepatan Penurunan Stunting ini.
Ma'ruf menambahkan, Perpres yang diterbitkan guna mengerjar target pemerintah menurunkan angka stunting, Perpres ini mengadopsi Stranas Stunting yang sudah ada serta memberikan penguatan pada beberapa aspek pokok.
Aspek pertama yang mendapat penguatan adalah aspek kelembagaan. Perpres 72/2021, kata Ma'ruf, secara tegas meminta dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting atau TPPS di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Desa Kelurahan.
"Di tingkat Pusat, Wakil Presiden menjadi Ketua Pengarah dan Kepala BKKBN menjadi Ketua Pelaksana yang bertugas mengkoordinasikan percepatan penurunan stunting mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi," pungkas Ma'ruf.
Kedua, adalah aspek intervensi yakni aspek intervensi spesifik dan intervensi sensitif atas kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Intervensi prioritas didasarkan pada bukti ilmiah yang implementasinya melibatkan 10 Kementerian dan Lembaga dan secara bertahap dilaksanakan juga di tingkat daerah.
Lebih lanjut, Ma'ruf menyatakan, Perpres 72/2021 ini juga mengamanatkan untuk menggunakan pendekatan keluarga dalam pelaksanaan program, guna memastikan seluruh intervensi diterima oleh keluarga sasaran prioritas.
"Ketiga adalah aspek pemantauan dan evaluasi. Perpres memandatkan pembangungan suatu sistem pemantauan yang terintegrasi sehingga perkembangan pelaksanaan program dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan akurat," beber Ma'ruf.
Lebih jauh dalam kesempatan itu, Ma'ruf membeberkan lima pilar dalam Stranas Stunting yang ditetapkan dalam Perpres 72/2021 yang harus benar-benar dilaksanakan.
"Pertama, komitmen dan visi kepemimpinan nasional dan daerah. Kedua, komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat," ungkapnya.
Ketiga, kata Ma'ruf, konvergensi intervensi spesifik dan sensitif di pusat dan
daerah. Keempat, kata dia, ketahanan pangan dan gizi.
"Kelima, penguatan dan pengembangan sistem data informasi, riset, dan
inovasi," kata Ma'ruf.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: