Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masyarakat Dunia Diminta Desak China Stop Jejalkan Babi ke Muslim Uighur, CENTRIS Suarakan Begini...

Masyarakat Dunia Diminta Desak China Stop Jejalkan Babi ke Muslim Uighur, CENTRIS Suarakan Begini... Kredit Foto: Antara/Novrian Arbi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepemimpinan Pemerintah Turkistan Timur di Pengasingan yang berada di Washintong DC Amerika Serikat, mengungkapkan fakta terbaru pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) yang kembali terjadi dan menimpa jutaan muslim Uighur di Xinjiang China, selama Bulan Suci Ramadhan.

Kepada breitbart.com, Perdana Menteri Pemerintah Turkistan Timur di Pengasingan, Salih Hudayar mengatakan pejabat Partai Komunis “mempermalukan” muslim di wilayah Xinjiang China dengan memaksa mereka makan daging babi atau minum minuman yang mengandung alkohol selama Bulan Ramadhan.

“Ramadan pada dasarnya telah dilarang untuk mayoritas Muslim di Turkistan Timur. Faktanya, sejak peluncuran resmi kampanye genosida dan penahanan massal pada tahun 2014, orang Uighur dan Muslim Turki lainnya belum dapat mengambil bagian dalam Ramadhan,” Ujar Hudayar, Selasa (14/4/2022). 

Menanggapi hal tersebut, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta masyarakat dunia khususnya Indonesia untuk mendesak China agar segera menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM khususnya pada kegiatan keagamaan di Xinjiang China.

Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa menyebut cara-cara atau bentuk perlakuan apapun yang menyebabkan terganggu bahkan terhentinya kegiatan keagamaan seseorang, adalah pelanggaran hukum dan HAM. Menurutnya, di Indonesia sendiri, segala tindakan-tindakan yang bermaksud menghalangi kegiatan beribadah merupakan pelanggaran konstitusi, hukum, dan peraturan perundang-undangan, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila dan hak asasi manusia. 

“Kami rasa seluruh negara kecuali China memiliki pemahaman yang sama dengan Indonesia,” lanjutnya.

Turkistan Timur adalah rumah bagi sebagian besar populasi etnis Uighur di dunia, serta persentase yang signifikan dari kelompok mayoritas Muslim lainnya seperti orang Kazakh dan Kirgistan. Namun China telah mengendalikan Turkistan Timur secara resmi sebagai “Daerah Otonomi Xinjiang Uyghur,” sejak setelah Perang Dunia II. 

Partai Komunis yang berkuasa di Tiongkok, disinyalir telah menganggap puasa selama Bulan Suci Ramadhan sebagai “tanda ekstremisme”. Pandangan keliru dan dibuat-buat ini, telah menjadi kebijakan China selama bertahun-tahun yang ditetapkan ke warga negara khususnya etnis Muslim Uighur.

Tercatat awal tahun 2012, pemerintah China mulai melarang pegawai negeri sipil, pegawai pemerintah (termasuk mereka yang telah pensiun) untuk menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadhan dan kegiatan keagamaan lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir banyak orang Uighur yang telah dikirim ke kamp konsentrasi, hanya karena mereka sebelumnya terlibat dalam apa yang disebut 'kegiatan keagamaan ilegal' seperti shalat dan puasa selama Ramadhan. 

Di beberapa daerah yang lebih konservatif seperti selatan Turkistan Timur, pemerintah China bahkan telah memaksa orang Uighur untuk minum alkohol dan mengonsumsi daging babi untuk tidak hanya mencegah mereka berpuasa tetapi juga untuk mempermalukan mereka selama bulan suci Ramadhan.

“Informasi yang kami terima, anak-anak disebut tidak diperbolehkan puasa, di sekolah mereka dipaksa makan dan minum.  Di jalanan, pejabat pemerintah China dan aparat keamanan bisa memaksa warga Uighur untuk makan atau minum untuk membuktikan bahwa mereka tidak berpuasa,” ungkap Solissa.

Disisin lain, Bukti luas yang didokumentasikan oleh pejabat Amerika, kelompok hak asasi manusia, dan pendukung Uighur, menunjukkan bahwa Tiongkok saat ini diduga terlibat dalam genosida terhadap muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya, yang bukan anggota kelompok etnis Han yang mendominasi Tiongkok timur.

Partai Komunis di bawah Xi Jinping telah membentuk sistem kamp konsentrasi yang luas, yang pada puncaknya diyakini telah menampung 3 juta orang di Turkistan Timur. Saksi mata dan kelompok penelitian, mengutip iklan pemerintah sendiri, menuduh Partai memperbudak tahanan Uighur dan menjualnya ke produsen sebagai tenaga kerja murah yang produktif.

Bukti lain telah mengungkapkan sterilisasi paksa massal dan aborsi untuk menekan populasi Uyghur dan penghapusan hampir total budaya Uyghur, termasuk praktik Islam. Praktik memaksa Muslim untuk makan babi telah didokumentasikan dengan baik di kamp konsentrasi Turkistan Timur.

Di luar kamp, ada bukti tekanan pada Muslim yang bekerja untuk pemerintah untuk makan di kantin kantor pada siang hari untuk memastikan ketidakpatuhan terhadap aturan Ramadhan.

Pihak berwenang China di Xinjiang, diketahui mulai membatasi aktivitas dan jumlah Muslim Uighur dalam menjalani ibadah puasa di Bulan Suci Ramadan 2022. Dilansir dari RFA (Radio Free Asia), Minggu (3/4).

Pembatasan ini telah menuai kritik keras dari kelompok-kelompok hak asasi internasional dan masyarakat dunia, yang melihat tindakan otoritas Tiongkok sebagai upaya terbaru untuk mengurangi budaya Muslim Uighur di wilayah tersebut.

“Kami tekankan dalam konteks hak asasi manusia, jaminan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan terdapat di dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. China ga boleh larang orang beribadah,” tutur AB Solissa.

“Jika laporan RFA itu benar, China artinya telah melanggar Pasal 18 yang mengatur hak atas kebebasan beragama yakni hak untuk pindah agama dan hak memanifestasikan agama di dalam hal pengajaran, praktik, beribadah dan melaksanakan ibadah,” pungkas AB Solissa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: