Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Refly Harun Sebut Big Data Luhut Lebih Parah dari Pelaku Penyebaran Hoaks: Apakah Harus Kena Pasal?

Refly Harun Sebut Big Data Luhut Lebih Parah dari Pelaku Penyebaran Hoaks: Apakah Harus Kena Pasal? Kredit Foto: Instagram/Refly Harun
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar hukum Refly Harun menilai apa yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal big data berisi aspirasi publik di media sosial terkait wacana penundaan pemilu 2024, itu ngeri-ngeri sedap.

Menurut Refly, memang ngeri-ngeri sedap untuk dua hal. Pertama, dia bicara bukan tupoksinya. Walaupun Luhut, beber dia, paham berbicara seperti itu dengan latar belakang orang yang berkecimpung di dunia politik yang sudah makan asam garam.

Baca Juga: Luhut Tegas Tolak Buka Big Data Penundaan Pemilu, Warganet: Takut Kebongkar ya Bohongnya

"Tapi masalahnya, dalam mandatnya adalah sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, harusnya mandat itulah yang harus dia kerjakan," beber Refly yang dikutip fajar.co.id di laman YouTube-nya, Rabu (13/4/2022) dini hari.

Yang kedua, beber ahli hukum tata negara ini, data yang disampaikan Luhut itu tidak bisa dibuktikan dan ini juga bermasalah.

Selain itu, beber Ketua Badan Eksektif Mahasiswa Hukum UGM pada 1991-1992 ini, Luhut juga merupakan pejabat publik.

Baca Juga: Temukan Kejanggalan Big Data Luhut, Pakar Keamanan Siber: Jelas Tidak Mungkin Sekali

Refly Harun menilai, harusnya apa yang dilakukan Luhut, kadar kesalahannya lebih besar dibandingkan mereka-mereka yang dipenjara atau ditahan hanya karena dianggap menyebarkan berita bohong atau hoaks sehingga kena jerat UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, terutama Pasal 14 ayat 1 dan 2, serta pasal 15.

"Apakah Luhut harus juga dikenakan pasal tersebut? No, no. Saya bukan pendukung itu. Tapi, sekali lagi saya katakan dalam berdemokrasi, lawan data dengan data, argumentasi dengan argumentasi. Bukan argumentasi dengan laporan polisi atau data dengan ancaman penjara," pungkas Refly Harun. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: