Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sempat disorot publik saat mengaku punya Big Data. Namun, baru-baru ini terdengar kabar jika hal tersebut tidak benar.
Berikut deretan klaim Luhut terkait penundaan Pemilu 2024 hingga menolak menyampaikan Big Data pada mahasiswa saat unjuk rasa.
Baca Juga: La Nyalla Mattalitti Sebut Big Data Luhut Bohong, Lembaga Analitis: Pengguna Medsos 1 Juta Gak Ada
Punya 110 Data Warganet Terkait Penundaan Pemilu
Luhut pernah menyinggung adanya Big Data terkait Pemilihan Umum 2024 mendatang. Ia mengklaim pihaknya memiliki big data yang berisi aspirasi publik di media sosial.
Big Data itu disebutnya telah memiliki 110 juta rekaman data warganet yang melaksanakan pemilu ditunda.
"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," kata Luhut, Selasa (15/3/2022).
Penundaan Pemilu Bisa Menenangkan Situasi Politik
Selain itu, banyak orang yang menyatakan jika kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan. Nah, pemilu justru bisa mengubah situasi politik menjadi sebaliknya sebab ada pusat dukungan ke calon-calon tertentu.
"Kenapa mesti kita buru-buru? Kami capek juga dengar istilah kadrun lawan kadrun, kayak gitu, ya apa istilahnya dulu itulah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," ucap Luhut.
Pernyataannya Terkait Big Data Tidak Mengada-Ada
Luhut juga mengeklaim bahwa dirinya tak mengada-ada soal Big Data 110 juta warganet yang meminta agar Pemilu 2024 bisa ditunda.
Ia menyanggah tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data tersebut atau yang menyebut jika keberadaan Big Data itu tidak benar.
"Ya pasti adalah, masa bohong," kata Luhut.
Meski begitu, Luhut mengakui tidak pernah mengumpulkan elite partai politik untuk membahas hal tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto