Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BKSAP Dorong Perkuat Kerja Sama Pendidikan guna Tuntaskan Kemiskinan Belajar

BKSAP Dorong Perkuat Kerja Sama Pendidikan guna Tuntaskan Kemiskinan Belajar Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Dyah Roro Esti mendorong setiap negara untuk dapat hadir bekerja sama melakukan sebuah intervensi di tengah pandemi Covid-19, khususnya di sektor pendidikan. Dengan begitu, nantinya di forum-forum internasional yang akan datang baik dari lintas negara maupun lintas parlemen dapat saling bekerja sama dalam bentuk transfer of knowledge ataupun transfer of technology agar sistem pendidikan di negara yang saat ini sedang membutuhkan, juga dapat berkembang.

Hal ini diungkapkan Dyah Roro, usai menjadi moderator dalam rapat virtual The 3rd Global Young MP Initiative Meeting Innovations to Eliminate Learning Poverty yang diselenggarakan oleh World Bank, Kamis (14/4/2022). Pertemuan tahun ini fokus membahas kemiskinan belajar. Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Wakil Ketua BKSAP DPR RI Gilang Dhielafararez dan Anggota BKSAP DPR RI Irine Yusiana Roba Putri.

Baca Juga: Kemendikbudristek Sebut Rapor Pendidikan Jadi Tolok Ukur Keberhasilan Pendidikan di Indonesia

"Jadi hari ini kami diundang oleh World Bank untuk berpartisipasi di dalam diskusi mereka yang membahas mengenai poverty and education sector, terkhusus di tengah pandemi di mana akses pendidikan di beberapa negara sangat terbatas. Intinya, bagaimana kita bisa bangkit dari pandemi. Jangan sampai the educational sector ini malah mengalami penurunan. Maka, kembali lagi bagaimana setiap negara the participating countries bisa bekerja sama terkhusus di tengah pandemi Covid-19," ungkap Dyah Roro dalam keterangannya, Sabtu (16/4/2022).

Terlebih melihat pendidikan di Indonesia sendiri, Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI itu menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di mana dalam hal ini beberapa negara termasuk Indonesia belum sepenuhnya maksimal.

"Baik itu dari segi accesibility, segi infrastruktur masih banyak masyarakat di Indonesia belum mempunyai akses terhadap gadget dan hal-hal lain yang memperbolehkan mereka untuk mendapatkan informasi selayaknya, sebanyak-banyaknya bukan hanya di Indonesia saja, tapi juga di beberapa negara-negara lainnya," jelas Dyah Roro.

Oleh karena itu, melalui pertemuan tersebut diharapkan ke depannya masing-masing Anggota Parlemen dapat menyampaikan apa yang dibutuhkan negaranya terhadap sektor pendidikan, khususnya untuk menguatkan satu negara dengan negara lainnya.

"Karena yang hadir adalah Anggota Parlemen berarti bagaimana nantinya di forum-forum internasional yang akan datang di-mobilize, bekerja sama baik lintas negara ataupun lintas parlemen. Jadi, develop country helping develop incountries," imbuh Anggota Komisi VII DPR RI itu.

Global Young MP Initiative Meeting mengumpulkan anggota parlemen berusia 40 tahun ke bawah dari seluruh dunia untuk belajar tentang tantangan pembangunan yang paling mendesak dan berbagi strategi untuk mengatasinya.

Para legislator muda diposisikan untuk memberikan perspektif terhadap banyak masalah sulit yang berdampak pada generasi mereka, memperkuat diskusi kebijakan, dan menerapkan solusi inovatif. Pertemuan yang dihadiri kurang lebih 90MPs/participants dari berbagai negara ini fokus membahas kemiskinan belajar, atau ketidakmampuan untuk membaca dan memahami teks sederhana pada anak usia 10 tahun.

Indikator kemiskinan pembelajaran terdiri dari dua komponen: pembelajaran dan partisipasi. Komponen pembelajaran mengacu pada data hasil belajar membaca yang dipetakan pada anak usia 10 tahun.

Komponen partisipasi sesuai dengan angka putus sekolah untuk anak-anak atau usia sekolah dasar. Menggunakan ukuran yang dikembangkan bersama oleh Bank Dunia dan Institut Statistik UNESCO, diperkirakan 53 persen anak-anak di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak dapat membaca dan memahami cerita sederhana pada akhir sekolah dasar. Di negara-negara miskin, tingkatnya mencapai 80 persen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: