Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Beri Catatan Soal Kasus UAS, Yusril Ihza Sebut Indonesia Juga Bisa Lakukan Hal yang Sama

Beri Catatan Soal Kasus UAS, Yusril Ihza Sebut Indonesia Juga Bisa Lakukan Hal yang Sama Kredit Foto: Instagram/Yusril Ihza Mahendra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengomentari kebijakan Pemerintah Singapura menolak Ustaz Abdul Somad (UAS) masuk ke negara tersebut. Yusril menilai, penjelasan yang dikemukakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Singapura patut dihargai.

Kemendagri Singapura sebelumnya menyebut UAS tidak diizinkan masuk karena berbagai ucapan UAS dalam ceramah-ceramah yang diberikannya sulit diterima oleh Pemerintah Singapura.

Baca Juga: Usai UAS Ditolak Masuk: Singapura Memusuhi Umat Islam Indonesia?

"Apa pun juga alasan yang dikemukakan Pemerintah Singapura patut dihormati. Negara itu berdaulat untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan warga negara lain masuk ke negaranya," terang Yusril.

"Bahwa sebagian masyarakat Indonesia tidak dapat menerima alasan tersebut, itu juga harus dipahami karena sudut pandang yang berbeda. Tidak ada alasan hukum apa pun yang dapat digunakan untuk melarang orang berbeda pendapat," ujar Yusril dalam keterangannya, Rabu (18/5).

Yusril menilai, Indonesia dapat menarik hikmah dari kasus UAS ditolak masuk ke Singapura. Di antaranya, menjadi mengerti kekhawatiran Pemerintah Singapura terhadap ucapan-ucapan seorang publik figur seperti UAS.

"Sebuah negara, di zaman kemajuan teknologi informasi sekarang, dengan mudah memantau ucapan-ucapan seorang figur publik di negara lain dan menilai apakah ucapan-ucapan itu membawa manfaat atau mudarat bagi kepentingan nasional negara itu," ucapnya.

Menurut Yusril, Indonesia juga dapat melakukan hal yang sama. Ucapan-ucapan seorang publik figur di luar negeri yang selalu mengompori agar wilayah tertentu memisahkan diri dari NKRI seharusnya dipantau dengan saksama.

"Bila perlu orang seperti itu, walau alasannya akademis atau pseudo akademis, juga ditangkal untuk masuk ke Indonesia," katanya.

Yusril juga menyebut Pemerintah Indonesia wajib memberikan perlindungan penuh terhadap semua warga negara Indonesia dan melakukan pembelaan ketika diperlakukan secara tidak wajar di negara lain.

"Bahwa warga negara itu mungkin berseberangan dengan pemerintah atau ucapan-ucapannya sering mengkritik pemerintah, hal itu bukan masalah. Karena itu, dalam kasus UAS saya sebelumnya menyarankan agar Kemenlu memanggil Dubes Singapura dan meminta penjelasan apa alasan mencekal UAS," katanya.

"Sekiranya itu dilakukan Kemenlu, maka warga negara dan masyarakat Indonesia akan merasa aman dan merasa mendapat perlindungan dari pemerintah," katanya.

Yusril lebih lanjut menyatakan hal yang terjadi justru KBRI Singapura yang mengirim nota diplomatik kepada Kemenlu Singapura. Padahal, UAS baru berada di area imigrasi Singapura dan belum benar-benar masuk ke wilayah negara itu.

"Ini kan seperti tidak pandai menarik simpati rakyat sendiri. Menggapai dan mengambil hati rakyat adalah kunci dukungan rakyat kepada pemerintah. Akan lebih buruk lagi keadaannya jika di pihak UAS dan pendukungnya merasa pecegahan UAS masuk ke Singapura adalah permintaan dari pihak Indonesia sendiri," lanjut Yusril.

"Pemerintah tentu tidak akan bertindak naif, lagi pula apa keuntungannya yang didapat pemerintah dengan ditangkalnya UAS oleh Pemerintah Singapura?"

Meski demikian, Yusril menyadari yang namanya politik, yang namanya publik opini, segala sesuatu dapat diatur dan dipermainkan, apalagi di zaman kemajuan IT sekarang. Peran media mainstream telah bergeser ke media sosial. Menyaring informasi menurut Yusril bukan lagi masalah sederhana.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: