Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto menyayangkan kebijakan yang dibuat pemerintah terkait sektor pertembakauan yang berdampak ganda (multiplier effect) terhadap kondisi IHT, sehingga, IHT semakin tertekan dan tidak menentu.
“Kondisi ini jelas berdampak kepada kesejahteraan para pekerja yang terlibat dalam sektor industri ini. Pasalnya, kenaikan cukai tersebut membuat sektor IHT mengalami penurunan produksi sehingga menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan, dan juga daya beli pekerja,” tegas Sudarto.
Harus diakui, selama ini pemerintah hanya mengandalkan sektor industri hasil tembakau nasional dan pajak hasil tembakau sebagai penerimaan negara. Sedangkan para pekerja IHT juga membutuhkan keberlangsungan bekerja dan penghidupan layak.
Baca Juga: Pelaku IHT Minta Pemerintah Kaji Ulang Regulasi Tembakau, ini Sebabnya...
Merujuk data resmi FSP RTMM-SPSI, dalam 10 tahun terakhir tercatat sebanyak 60.889 pekerja yang sudah menjadi tumbal keganasan regulasi yang ketat. Jumlah tersebut lebih besar karena belum ditambah dengan jumlah buruh di luar keanggotaan FSP RTMM-SPSI.
Oleh karena itu, Sudarto mendukung upaya Kemenko Perekonomian sebagai leader sector untuk merumuskan roadmap IHT ke depan. Roadmap tersebut diharapkan memuat perencanaan yang komprehensif dan efektif guna mengakomodasi semua kepentingan.
Pertimbangan kebijakan-kebijakan tersebut, menurut Sudarto, hendaknya memuat dasar yang akurat, terukur, terarah, dan memberikan kepastian iklim usaha yang kondusif.
“Selain itu, evaluasi terhadap efektifitas formulasi kebijakan dan struktur cukai hasil tembakau atas dasar keseimbangan diantara aspek pengendalian (kesehatan) dan ekonomi (tenaga kerja, penerimaan dan kinerja industri) perlu untuk dilakukan,” pungkas Sudarto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri